Putusan MK: Pemilu dan Pilkada Resmi Dipisah

parlemen | 27 Juni 2025 09:22

Putusan MK: Pemilu dan Pilkada Resmi Dipisah
dok inside

YOGYAKARTA, PustakaJC.co - kamah Konstitusi (MK) memutuskan untuk memisahkan waktu pelaksanaan pemilihan umum (pemilu) nasional dan pemilihan kepala daerah (pilkada). Hal ini dilakukan untuk mewujudkan pemilihan umum yang berkualitas demi tegaknya kedaulatan rakyat.

 

Seperti yang diketahui bersama, dalam praktiknya, pelaksanaan pemilu nasional dan pilkada selalu dilaksanakan dalam waktu yang berdekatan. Namun, melalui Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024, penyelenggaraan pemilu dan pilkada resmi tidak lagi dilaksanakan di tahun anggaran yang sama.

 

Tak hanya itu, terdapat sedikit perubahan dalam hal jumlah dan siapa saja yang dipilih masyarakat dalam pemilu dan pilkada. Pemilu nasional hanya akan digunakan untuk memilih anggota DPR, DPD, serta presiden dan wakil presiden. Sementara itu, pemilu lokal atau pilkada akan berubah menjadi pemilihan untuk anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota, gubernur dan wakil gubernur, serta wali kota/bupati dan wakilnya.

 

Artinya, pemilu nasional yang juga dikenal dengan “Pemilu lima kotak” tidak akan berlaku lagi, karena pemilihan DPRD provinsi/kabupaten/kota dalam pelaksanaannya, resmi dimasukkan bersama dengan pemilihan kepala daerah.

 

Terdapat beberapa alasan yang mendasari MK untuk mengubah pelaksanaan pemilu dan pilkada, di antaranya:

 

Pemilih yang jenuh dan tidak fokus karena waktu pemilihan yang berdekatan antara pemilu anggota DPR, DPD, Presiden/Wakil Presiden, dan DPRD dengan pilkada. Ditambah lagi jumlah calon yang terlalu banyak, utamanya pada pemilu nasional yang menggunakan model lima kotak.

Isu pembangunan daerah terabaikan karena tenggelam oleh isu nasional yang terlalu mendominasi—pemilu presiden dan legislatif.

Pelemahan pelembagaan partai politik akibat kurangnya waktu untuk menyiapkan kader secara ideal dan partai-partai yang terjebak dalam pragmatisme dan politik transaksional hanya demi kepentingan elektoral.

Beban kerja penyelenggaraan pemilu yang berat menyebabkan turunnya kualitas penyelenggaraan.

Mengenal Parliamentary Threshold, Ambang Batas Kursi dalam Pemilu

 

Skema Pemilu dan Pilkada Setelah Putusan MK

Dengan adanya putusan itu, skema pelaksanaan pemilu dan pilkada pun berubah. Di bawah ini adalah ringkasan skema waktu pelaksanaan pesta demokrasi rakyat setelah ketok palu MK:

 

Pemilu nasional tetap dilaksanakan terlebih dahulu—seperti halnya pemilu edisi sebelumnya yang dilaksanakan lima tahun sekali.

Pilkada hanya dapat dilakukan paling cepat dua tahun dan paling lambat dua tahun enam bulan yang dilaksanakan sejak tanggal pelantikan presiden dan wakil presiden, DPR, dan DPD hasil pemilu nasional.

Sederhananya, jika pemilu nasional akan dilaksanakan pada tahun 2029, maka pilkada hanya dapat dilakukan paling cepat dua tahun setelah pelantikan hasil pemilu tersebut—tepatnya di tahun 2031.

 

Dampak Pemisahan Pemilu dan Pilkada

Jadwal pemilu dan pilkada yang dipisah ini akan membuat adanya penyesuaian masa jabatan kepala daerah dan DPRD hasil pemilu 2024. Oleh karena itu, DPR diminta untuk menyesuaikan aturan hukum terkait proses perubahan aturan atau masa jabatan secara bertahap.

 

Dengan perubahan ini, publik diharapkan dapat lebih fokus dalam menyalurkan suaranya untuk meningkatkan kualitas berdemokrasi di Indonesia, baik tingkat pusat maupun daerah. (int)