Dindik Jatim Luncurkan DEKAP, Perkuat Peran Guru BK

pendidikan | 05 Agustus 2025 23:40

Dindik Jatim Luncurkan DEKAP, Perkuat Peran Guru BK
Dindik Jatim Luncurkan DEKAP, Perkuat Peran Guru BK (dok suarasurabaya )

Surabaya, PustakaJC.co - Dinas Pendidikan Jawa Timur menghadirkan sebuah platform digital bernama DEKAP  singkatan dari Dengar, Empati, Kenali, Arahkan, Peduli  yang ditujukan untuk memperkuat peran guru Bimbingan dan Konseling (BK) dalam melakukan skrining minat dan bakat serta memantau kondisi psikologis siswa jenjang SMA dan SMK. Inisiatif ini dikembangkan oleh bidang pembinaan Guru Tenaga Pendidik dan Kependidikan (GTK) Dindik Jatim.

 

Menurut Kepala Dindik Jatim, Aries Agung Paewai, peluncuran platform ini merupakan upaya menjawab kompleksitas dinamika pendidikan, terutama ketika jumlah guru BK belum proporsional dibandingkan jumlah siswa.

 

“Dinamika pendidikan ini cukup kompleks, tapi jumlah guru BK yang ada tidak sebanding dengan jumlah murid. Tantangan teknologi, percepatan digitalisasi tentu ini akan memberi tekanan pada anak-anak kita. Yang siap mereka bisa mengikuti arusnya, yang tidak siap ini tentu menjadi PR kita. Dan kita hadirkan ini kepada guru BK agar mereka mampu membantu persoalan-persoalan yang dialami anak-anak,” kata Aries Agung Paewai di Surabaya, Selasa (5/8/2025).

 

Aries menjelaskan DEKAP berfungsi sebagai saluran komunikasi dua arah antara guru BK dan siswa untuk deteksi dini masalah serta penyediaan dukungan psikologis dan sosial. Karena generasi Z dan alfa sangat dekat dengan gadget, pendekatan digital dinilai cocok untuk memudahkan adaptasi mereka.

 

“Contoh jika curhat dengan teman tapi banyak miss nya, kemudian ada platform DEKAP yang memfasilitasi mereka untuk curhat. Dalam fitur curhat itu kita sediakan expert psikologi dan BK sehingga apa yang mereka keluh kesahkan jadi lebih terarah,” ujarnya.

 

Data GTK Dindik Jatim menunjukkan saat ini rasio guru BK terhadap siswa belum ideal: rata-rata satu guru BK menangani 269 murid, sedangkan rasio ideal menurut Aries adalah satu guru untuk 250 murid. Karena itu, hadirnya DEKAP diharapkan mampu mengoptimalkan peran guru BK.

 

“Sehingga DEKAP ini inovasi yang sesuai kebutuhkan kami, ya karena akan mengoptimalkan peran guru BK,” jelas Aries.

 

Ety Prawesti, Kabid Pembinaan GTK Dindik Jatim, merinci empat fitur utama DEKAP untuk guru. Pertama, dashboard monitoring yang menampilkan hasil tes siswa dalam kategori normal, perlu perhatian, atau berisiko. Kedua, panduan pendampingan untuk memahami kondisi siswa dan menyusun langkah lanjutan. Ketiga, panduan eksplorasi minat dan bakat yang membantu siswa memahami tipe kepribadian, minat, serta rekomendasi jurusan. Keempat, kotak curhat yang menerima pesan siswa baik anonim maupun langsung dan memungkinkan respons yang empatik dan terarah dari guru atau tenaga ahli.

 

Bagi siswa, DEKAP menyediakan tiga fitur pokok: tes kesehatan mental (hasilnya dikirimkan ke guru untuk tindak lanjut dan tidak langsung ditampilkan ke siswa), tes minat dan bakat untuk mengenali potensi, serta fitur kotak curhat sebagai ruang aman untuk menyampaikan keluh kesah secara anonim atau personal.

 

Aries mengungkapkan harapannya agar platform ini mempermudah akses dan intervensi terhadap permasalahan siswa, serta menjadi alat yang hasilnya dapat dipantau secara nyata dalam jangka waktu.

 

“Saya berharap dari platform ini membuat kita semakin mudah menyentuh sendi-sendi anak-anak didik kita. Platform ini hasilnya akan bisa dilihat setahun. Tahun depan kita lihat perkembangannya. Kemudian kita evaluasi apa yang perlu dikembangkan,” harap Kadindik Jatim.

 

Ety menambahkan bahwa gagasan ini muncul ditengah kebutuhan akan lebih banyak dukungan BK, mengingat tekanan psikologis di kalangan siswa, termasuk risiko depresi, cukup tinggi karena berbagai faktor seperti terbatasnya ruang ekspresi dan tuntutan akademik.

 

“Gagasan ide inovatif ini muncul ditengah kebutuhan kita akan guru BK. Apalagi tekanan psikologis murid hingga depresi juga cukup tinggi. Berbagai faktor terkait sangat berpengaruh. Misalnya minimnya ruang berekspresi, tuntutan nilai akademik dan sebagainya,” pungkasnya. (nov)