Pada usia 16 tahun, Hamka merantau ke pulau Jawa untuk menimba ilmu tentang gerakan Islam modern kepada HOS Tjokroaminoto, Ki Bagus Hadikusumo, RM Soerjopranoto, dan KH Fakhrudin. Saat itu, hamka mengikuti berbagai diskusi dan training pergerakan Islam di Abdi Dharmo Pakualaman, Yogyakarta.
Hamka juga pernah menjadi guru agama di perkebunan Tebing Tinggi, Medan pada 1927. Pada tahun 1929 di Padang Panjang, Hamka dilantik sebagai dosen di Universitas Islam, Jakarta dan Universitas Muhammadiyah, Padang Panjang dari tahun 1957-1958. Setelah itu, beliau diangkat menjadi rektor Perguruan Tinggi Islam, Jakarta dan Profesor Universitas Mustopo, Jakarta. Sejak perjanjian Roem-Royen 1949, ia pindah ke Jakarta dan memulai kariernya sebagai pegawai Departemen Agama pada masa KH Abdul Wahid Hasyim. Waktu itu Hamka sering memberikan kuliah di berbagai perguruan tinggi Islam di Tanah Air.
Dari tahun 1951 hingga tahun 1960, beliau menjabat sebagai Pegawai Tinggi Agama oleh Menteri Agama Indonesia. Pada 26 Juli 1975 Buya Hamka dilantik sebagai Ketua Umum MUI. Tetapi kemudian Hamka meletakkan jabatan itu pada tahun 1981. Hamidulloh Ibda, Dosen STAINU Temanggung dalam paparannya di https://alif.id menceritakan, Buya Hamka dikenal sebagai tokoh plural yang tegas dan kokoh pendirian. Hamka sangat menghargai pendapat. Suatu hari pernah menjadi imam salat subuh di masjid NU.