Beliau juga aktif dalam organisasi Muhammadiyah sampai akhir hayatnya.Universitas al-Azhar dan Universitas Nasional Malaysia menganugerahkannya gelar doktor kehormatan, sementara Universitas Moestopo, Jakarta mengukuhkan Hamka sebagai guru besar. Namanya disematkan untuk Universitas Hamka milik Muhammadiyah dan masuk dalam daftar Pahlawan Nasional Indonesia. Masa Kecil Buya Hamka Hamka merupakan anak pertama dari empat bersaudara. Ayahnya bernama Abdul Karim Amrullah (Haji Rasul) dan ibunya bernama Safiyah.
Haji Rasul menikahi Safiyah setelah istri pertamanya, Raihana yang merupakan kakak Safiyah meninggal di Mekkah. Di Maninjau, Hamka kecil tinggal bersama neneknya, mendengarkan pantun-pantun yang menceritakan keindahan alam Minangkabau. Ayahnya sering bepergian berdakwah. Saat berusia empat tahun, Hamka mengikuti orangtuanya ke Padangpanjang, belajar membaca Quran dan bacaan salat di bawah bimbingan Fatimah, kakak tirinya.
Memasuki usia tujuh tahun, Hamka masuk ke sekolah desa dan sorenya belajar di Diniyah School. Kesukaannya di bidang bahasa membuatnya cepat sekali menguasai bahasa Arab. Pada tahun 1918, Hamka berhenti SD setelah tiga tahun belajar. Ayahnya Haji Rasul memasukkan Hamka ke Thawalib, sekolah yang mewajibkan murid-muridnya menghafal kitab-kitab klasik, kaidah mengenai nahwu, dan ilmu saraf.