Dalam buku Mengenang 100 Tahun Hamka, Shobahussurur (2008) dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta mencatat perkataan Hamka: “Masak iya saya harus mencabut fatwa,” kata Hamka sembari menyerahkan surat pengunduran dirinya sebagai ketua MUI kepada Departemen Agama. Mundurnya Hamka dari MUI mengundang simpati masyarakat Muslim pada umumnya. Kepada seorang sahabatnya, M Yunan Nasution, Hamka mengungkapkan, "Waktu saya diangkat dulu tidak ada ucapan selamat, tapi setelah saya berhenti, saya menerima ratusan telegram dan surat-surat yang isinya mengucapkan selamat."
Bagi Hamka, menjadi Ketua MUI pertama memiliki banyak tantangan. Namun ia kuat dalam memegang prinsip dan tak takut mengeluarkan fatwa demi kebenaran. Sejak aktif di Muhammadiyah, Hamka pernah mengeluarkan fatwa haram menikah bagi Bung Karno yang menjadi presiden kala itu. Lantaran fatwa tersebut dan kritik pedas Hamka pada pemerintah karena dekat dengan PKI, akhirnya mengantarkannya dimasukkan ke dalam penjara.
Ketika terasing dalam penjara, pada 16 Juni 1970, ajudan Presiden Soeharto datang ke rumah Buya membawa secarik kertas. Kertas yang tak biasa bertuliskan kalimat pendek namun membawa kebahagian bagi Hamka. Pesan itu dating dari Soekarno, orang yang belakangan sangat ia rindukan. Buya Hamka pun membaca pesan tersebut. “Bila aku mati kelak, minta kesediaan Hamka untuk menjadi imam salat jenazahku,” kata Soekarno seperti ditulis dalam artikel Soekarno dan Hamka, Kisah Penguasa Yang Mendzalimi Ulama yang ditulis Nur Indah Yusari.