Haji Purwa

Jejak Orang Sunda Pertama Naik Haji dari Kerajaan Galuh

tokoh | 07 Juni 2025 19:23

Jejak Orang Sunda Pertama Naik Haji dari Kerajaan Galuh
Ka’bah dalam karya Snouck Hurgronje. (dok nuonline)

CIREBON, PustakaJC.co - Jauh sebelum ada bandara dan visa, seorang bangsawan Sunda menembus gurun dan samudera demi menunaikan ibadah haji. Dialah Haji Purwa, tokoh awal Islamisasi di Tatar Sunda.

Haji Purwa, atau dikenal juga dengan nama asli Bratalegawa, diyakini sebagai orang Sunda pertama yang naik haji, jauh sebelum era kolonial Belanda. Ia melakukan perjalanan ke Tanah Suci pada tahun 1337 M, sebagaimana dicatat sejarawan Belanda J. Hageman Cz. Dalam Geschiedenis der Soendalanden (1866) berdasarkan tradisi lisan dan naskah-naskah Sunda kuno. Dilansir dari nu.or.id, Sabtu, (7/6/2025).

Bratalegawa adalah putra dari Bunisora, seorang raja sementara (raja penyelang) di Kerajaan Galuh, yang berkuasa usai gugurnya Prabu Linggabuwana dalam Tragedi Bubat 1357 M.

Dikisahkan, Bratalegawa memeluk Islam saat berdagang ke India. Ia bertemu saudagar Arab yang mengenalkannya pada Islam, lalu melanjutkan perjalanannya ke Makkah untuk berhaji.

“Setelah kembali dari Tanah Suci, Haji Purwa mencoba mengislamkan penguasa Galuh. Tapi karena gagal, ia memilih menetap di Cirebon Girang, dan mulai berdakwah,” tulis Prof. Edi S. Ekadjati dalam karya ilmiahnya Penyebaran Agama Islam di Jawa Barat (1975).

Prof. Ekadjati juga menyebut, Haji Purwa kemungkinan besar adalah Syekh Maulana Saifuddin, pendakwah pertama yang tinggal secara permanen di Cirebon, mendampingi pemimpin lokal Ki Gedeng Kasmaya di wilayah Mandala Cirebon Girang.

Menurut naskah Purwaka Caruban Nagari, pada masa itu Ki Gedeng Kasmaya digantikan oleh putranya, Ki Gedeng Tapa (ayah dari Nyimas Rara Santang), yang memerintah sepanjang pesisir Cirebon. Di masa inilah aktivitas Islam mulai tumbuh secara sistematis di kawasan pesisir Jawa Barat.

Nama Haji Purwa sendiri mengandung makna simbolik. Dalam bahasa Sunda, purwa berarti pertama. Namun perlu dibedakan, istilah “haji” dalam konteks beliau adalah ibadah ke Makkah, bukan gelar raja seperti dalam beberapa prasasti Sunda Kuno, seperti Batu Tulis (1533 M) dan Pasir Muara (942 M).

Selain Haji Purwa, tokoh awal Islam di Cirebon juga meliputi Syekh Quro dari Campa dan Syekh Datuk Kahfi (Syekh Nurjati). Ketiganya membuka jalan bagi generasi berikutnya, seperti Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati), yang memperluas dakwah Islam ke seluruh Tatar Sunda.

Perjalanan Haji Purwa membuktikan bahwa keislaman di Nusantara bukanlah warisan pasif, melainkan hasil dari perjalanan jauh, pilihan personal, dan perjuangan spiritual. Kisah ini menegaskan bahwa jejak haji pertama di Nusantara tak hanya milik kerajaan besar atau tokoh Jawa Tengah, tapi juga dimulai dari bumi Sunda, dari tangan seorang pedagang yang memilih jalan dakwah. (ivan)