GALAHERANG, PustakaJC.co - Di sebuah pedukuhan kecil yang dahulu penuh kehidupan, kini hanya tersisa rumah-rumah kosong dan kenangan masa lalu. Pacinan, bagian dari sejarah keberagaman di desa ini, perlahan memudar seiring berjalannya waktu.
Pacinan begitu warga desa menyebutnya. Sebuah pedukuhan kecil yang dahulu dihuni sekitar 20 kepala keluarga keturunan Tionghoa. Rumah-rumah dengan arsitektur khas, tokoh-tokoh lokal seperti Babah Kantoa, Kui Chi, dan Eng Shang, serta tradisi yang melekat, menjadikan Pacinan bagian penting dari sejarah desa. Dilansir dari kemenag.go.id Minggu, (30/3/2025).
“Dulu saat Imlek, pedukuhan ini sangat meriah. Lampion digantung di depan rumah, aroma dupa memenuhi udara, dan anak-anak berebut angpau,” kenang Warto (67), salah satu warga yang masih tinggal di desa itu.
“Sekarang, semua berubah. Pacinan sepi, rumah-rumah kosong, banyak yang sudah pindah.” Tambahnya.