Tradisi Unik Saat Tarawih yang Hanya Ada di Indonesia

bumi pesantren | 06 April 2022 06:18

Tradisi Unik Saat Tarawih yang Hanya Ada di Indonesia
dok humas jatim

YOGYAKARTA, PustakaJC.co - Kesempatan untuk beribadah dan memperoleh pahala sebanyak-banyaknya selama bulan suci Ramadan, tidak hanya datang dalam bentuk menunaikan puasa. Masih banyak beberapa bentuk ibadah yang dipastikan juga akan mendatangkan pahala, salah satunya menunaikan ibadah salat tarawih.

Diakui atau tidak, bagi sebagian besar kalangan khususnya para pemuda-pemudi dan anak-anak, waktu salat tarawih juga menjadi salah satu momentum istimewa kala menjalani Ramadan selama satu bulan penuh.

Biasanya, selalu ada kesenangan tersendiri bagi setiap anak-anak ketika menanti waktu tarawih, dengan berbondong-bondong menuju rumah ibadah atau masjid, selepas waktu berbuka dan terlebih dulu menunaikan ibadah salat magrib.

Bicara mengenai tarawih, kegiatan ini terasa semakin menyenangkan karena setiap wilayah di Indonesia lagi-lagi memiliki tradisinya sendiri. Meski ragam tradisi tersebut berbeda di masing-masing wilayah, namun esensi atau tujuan dari menunaikan ibadah tarawih itu sendiri tetaplah sama.

Tarawih dini hari di Yogyakarta

Jika umumnya umat muslim di Indonesia bahkan dunia melakukan tarawih langsung selepas waktu salat isya, di Yogyakarta tepatnya Masjid Gede Kauman, salat tarawih justru dilakukan pada waktu dini hari, tepatnya pada pukul 02.00 waktu setempat.

Memang, menurut penjelasan dalam Buku Pintar Panduan Ibadah Muslimah oleh Muhammad Syukron Maksum, salat tarawih pada umumnya dikerjakan pada malam hari, antara setelah waktu salat isya hingga sebelum datang waktu subuh.

Sementara itu mengutip berbagai sumber, pemilihan waktu dini hari yang dilakukan jemaah Masjid Gede Kauman bertujuan untuk memperoleh waktu ibadah yang lebih khusyuk. Selain itu, salah tarawih di saat bersamaan juga dipandang sebagai penutup salat sunnah dalam satu hari sepanjang bulan Ramadan.

Satu tarawih, satu juz Al-Qur'an

Salah satu bentuk amal ibadah lain yang diyakini mendatangkan pahala adalah membaca kitab suci Al-Qur-An, terlebih jika pelaksanaannya bisa diselesaikan dalam waktu satu bulan penuh selama bulan Ramadan.

Karena itu, tak heran jika banyak umat muslim biasanya memiliki keinginan untuk mengkhatamkan 30 juz Al-Quran tepat di 30 hari bulan Ramadan. Hal tersebut dilakukan dengan cara membaca satu juz selama satu hari, selepas menunaikan ibadah tarawih.

Yang istimewa, selain biasa dilakukan secara pribadi atau masing-masing, biasanya ada masjid yang secara bersama-sama menunaikan ibadah satu ini.

Kemudian pelaksanaannya pun tidak hanya di satu wilayah tertentu, tradisi ini banyak dilakukan oleh sejumlah umat muslim di seluruh Indonesia, mulai dari Masjid Jami, Sungai Jingah di Banjarmasin, Masjid Al Falah di Jambi, Masjid Raya At-Taqwa di Kota Cirebon, dan masih banyak lagi.

Urak Wadalan ala masyarakat Kudus

Ibadah lain yang juga identik dengan ganjaran pahala berlipat ganda di bulan suci Ramadan adalah bersedekah. Hal ini rupanya turut diaplikasikan dalam sebuah tradisi daerah yang hidup di tengah masyarakat Kudus, Jawa Tengah, yakni tradisi Urak Wadalan.

Tradisi ini secara spesifik berada di Desa Berugenjang, Kecamatan Undaan, Kabupaten Kudus. Mengutip Betanews.id, desa yang disebutkan berada di tengah hamparan berpuluh-puluh hektar sawah tersebut, sudah menjalankan tradisi ini secara turun temurun.

Urak wadalan adalah tradisi memberikan jajanan pasar kepada jemaah sholat tarawih di masjid atau musala. Adapun tradisi ini sebenarnya bersifat sukarela, lebih detailnya, urak wadalan dimulai dengan memberikan sepotong kayu bertuliskan “Urak Wadalan-Sak Kuasane” yang artinya urak wadalan seikhlasnya.

Kayu tersebut menjadi sebuah tanda yang diberikan ke rumah-rumah warga setempat secara bergiliran. Jika di hari tertentu salah seorang rumah warga mendapatkan kayu tersebut, maka besok malamnya pemilik rumah mendapat giliran untuk memberikan jajanan pasar ke masjid atau musala tempat ibadah tarawih berlangsung.

Keesokan harinya, kayu diberikan kepada tetangga di rumah sebelah, yang berarti pemilik rumah tersebut mendapat giliran untuk memberikan jajanan pasar seikhlasnya untuk malam tarawih selanjutnya. Cara tersebut terus berlanjut hingga malam takbir dan momen Idulfitri tiba.

Sekali lagi karena tradisi ini bersifat seikhlasnya, jenis dan banyaknya makanan yang bisa diberikan pun tidak ditentukan dan tidak mengikat. Umumnya, warga memberikan jajanan berupa kerupuk, bakwan, tahu isi, roti, kue apem, dan lain-lain.

Jajanan tersebut akan dibagikan kepada jamaah seusai sholat tarawih, tak jarang suasana masjid atau musala menjadi ramai saat jajanan dibagikan, terutama oleh anak-anak yang berebut ingin mendapatkan makanan tersebut.

Karena itu, tradisi urak wadalan juga dipandang sebagai sarana untuk menyatukan kebersamaan di bulan Ramadan. (int)