Makna THR dalam Islam: Kewajiban Sosial dan Kepedulian Sesama

bumi pesantren | 30 Maret 2025 19:36

Makna THR dalam Islam: Kewajiban Sosial dan Kepedulian Sesama
KH. M. Basyir, S.Ag., M.Fil.I., Pengasuh Asrama Al-Kautsar, Pondok Pesantren Darul Ulum Peterongan, Jombang, yang kerap di sapa Gus Basyir Baick menjelaskan bahwa konsep THR selaras dengan nilai-nilai Islam yang menekankan kepedulian sosial dan kesejahteraan bersama. Dalam Islam, ibadah tidak hanya bersifat ritual, tetapi juga harus memberikan arah yang jelas bagi kehidupan. (30/3/2025). (dok istimewa ivan)

JOMBANG,PustakaJC.co – Tunjangan Hari Raya (THR) menjadi tradisi yang dinantikan banyak orang menjelang Idul Fitri. Namun, bagaimana sebenarnya THR dalam perspektif Islam? KH. M. Basyir, S.Ag., M.Fil.I., Pengasuh Asrama Al-Kautsar, Pondok Pesantren Darul Ulum Peterongan, Jombang, menjelaskan bahwa konsep THR selaras dengan nilai-nilai Islam yang menekankan kepedulian sosial dan kesejahteraan bersama. Dalam Islam, ibadah tidak hanya bersifat ritual, tetapi juga harus memberikan arah yang jelas bagi kehidupan. Konsep THR sejalan dengan prinsip ini, di mana setiap individu yang mampu dianjurkan untuk berbagi kepada yang membutuhkan. Minggu, (30/3/2025).

Menurutnya, THR memiliki keterkaitan dengan zakat fitrah yang diwajibkan dalam Islam. Pada zaman Rasulullah, alat tukar utama dalam perdagangan bukanlah uang seperti saat ini, tetapi bahan makanan yang tahan lama seperti kurma, gandum, kismis, dan keju. Oleh karena itu, zakat fitrah diwujudkan dalam bentuk bahan tersebut.  Namun, seiring perkembangan zaman, nilai tersebut bisa dikonversi menjadi uang agar lebih relevan dan sesuai dengan kebutuhan penerima. Hal ini menunjukkan bahwa Islam tidak kaku dalam aturan teknis, tetapi lebih kepada menentukan arah yang harus ditempuh agar sesuai dengan perkembangan zaman.

Gus Basyir menegaskan bahwa THR bukan hanya sekadar pemberian uang kepada karyawan atau pekerja, tetapi lebih dari itu, merupakan bagian dari konsep kesejahteraan dalam Islam. Ia mengingatkan bahwa pada zaman Rasulullah, zakat fitrah diberikan sebagai bentuk kepedulian terhadap sesama agar semua orang dapat merayakan Idul Fitri dengan kebahagiaan yang sama.

Gus Basyir sapaan akrab Basyir Baick menegaskan "Bayangkan seorang buruh yang bekerja sepanjang tahun dengan penghasilan pas-pasan. Tanpa ada bantuan dari yang lebih mampu, mungkin dia tidak bisa merayakan Idul Fitri dengan layak. Maka dari itu, THR dan zakat fitrah hadir untuk memberikan kebahagiaan yang merata. Ini bukan sekadar pemberian formalitas, melainkan wujud nyata dari ajaran Islam dalam membangun keseimbangan sosial,"

THR juga merupakan bentuk nyata dari semangat berbagi dan kepedulian terhadap sesama. Rasulullah menganjurkan umatnya untuk mempersiapkan diri menyambut Idul Fitri dengan kegembiraan. Salah satu caranya adalah dengan berbagi rezeki agar semua orang dapat merasakan kebahagiaan yang sama. Pengusaha atau pemilik usaha memiliki tanggung jawab untuk memberikan THR kepada karyawan sebagai bentuk apresiasi dan kepedulian.

Dalam Islam, ibadah tidak hanya bersifat ritual tetapi juga harus memberikan arah yang jelas bagi kehidupan.

 "Syariat Islam itu bukan hanya tentang aturan ibadah mahdhah seperti shalat dan puasa, tetapi juga memberikan pedoman dalam kehidupan sosial. Konsep THR sejalan dengan prinsip ini, di mana setiap individu yang mampu dianjurkan untuk berbagi kepada yang membutuhkan," kata Gus Basyir.

Lebih lanjut, Gus Basyir Baick menjelaskan bahwa dalam Islam terdapat dua jenis ibadah, yaitu ibadah mahdhah dan ibadah ghairu mahdhah. Ibadah mahdhah, seperti shalat dan zakat, memiliki aturan yang tetap dan tidak boleh diubah. Namun, ibadah tersebut bukan hanya sekadar ritual, melainkan harus memiliki arah yang jelas dalam kehidupan.

"Shalat, misalnya, bukan hanya berhenti sebagai kewajiban, tetapi harus menjadi sarana mendekatkan diri kepada Allah dan membentuk pola pikir yang benar dalam kehidupan sehari-hari. Begitu pula dengan zakat fitrah, yang memiliki tujuan utama untuk memastikan semua orang dapat merasakan kebahagiaan di hari raya," jelasnya.

Menurut Gus Basyir yang di wawancarai via telefone konsep THR merupakan pengembangan dari zakat fitrah, yang bersifat menentukan arah dalam kehidupan sosial. "Zakat fitrah itu pada hakikatnya bukan soal beras atau makanan, tetapi nilai tukarnya. Pada zaman Rasulullah, ukuran harga di pasar ditentukan dengan kurma, gandum, kismis, dan keju karena itu yang paling umum digunakan dalam perdagangan. Seiring waktu, konsep ini bisa dikembangkan dengan uang sebagai alat tukar yang lebih relevan saat ini,"

Terakhir, beliau menegaskan pentingnya berpikir strategis dalam mengelola rezeki.

"Seorang mukmin harus memiliki visi yang jelas dalam hidup. Jangan hanya berpikir jangka pendek, tetapi gunakan rezeki dengan cara yang membuat kita lebih kuat dan berdaya. THR, zakat fitrah, dan sedekah harus menjadi bagian dari strategi besar dalam membangun kesejahteraan umat," tutup Pria yang pernah kuliah di  Temple University,  Philadelphia PA, USA.

Dengan pemahaman ini, THR bukan sekadar tradisi, tetapi juga bentuk nyata dari ajaran Islam yang menekankan keseimbangan antara ibadah dan kepedulian sosial. Semoga semangat berbagi ini terus menjadi bagian dari kehidupan umat Islam. (ivan)