Sekjen MUI Ajak Jemaah Haji Bijak Bermedia Sosial dan Kedepankan Tabayyun

bumi pesantren | 15 Juni 2025 10:34

Sekjen MUI Ajak Jemaah Haji Bijak Bermedia Sosial dan Kedepankan Tabayyun
Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI) Amirsyah Sanusi Tambunan bersama anggota Amirulhaj. (dok kemenag)

MADINAH, PustakaJC.co - Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI), Amirsyah Tambunan, mengimbau jemaah haji Indonesia untuk berhati-hati dalam menggunakan media sosial. Ia menegaskan pentingnya tabayyun atau klarifikasi terhadap setiap informasi yang diterima maupun dibagikan, terutama selama pelaksanaan ibadah haji.

 

“Saya ingin mengajak para pegiat media sosial, para pemerhati, tolong kedepankan bahasa tabayyun, klarifikasi,” ujar Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI), Amirsyah Tambunan saat diwawancarai Tim Media Center Haji (MCH) di Madinah, dilansir dari kemenag.go.id, Minggu, (15/6/2025).

 

 

 

Amirsyah mencontohkan langsung sebuah pertanyaan dari jemaah mengenai petugas haji yang tidak mengenakan pakaian ihram.

 

“Ada satu jemaah yang bertanya, ‘Itu kenapa petugas itu tidak pakai ihram?’ Saya bilang, itulah pengabdian petugas. Dia tidak harus menunaikan haji, yang penting dia bisa melayani jemaah. Kalau langsung menghakimi tanpa tanya, itu keliru,” tegasnya.

Menurutnya, informasi yang beredar tanpa konfirmasi berpotensi menyesatkan dan menciptakan kesalahpahaman. Karena itu, ia mengajak masyarakat untuk mengedepankan prinsip verifikasi sebagaimana diajarkan dalam Surah Al-Hujurat ayat 6, yaitu tidak membenarkan kabar apapun sebelum memeriksa kebenarannya.

 

“Saya ini berkali-kali melakukan klarifikasi yang tidak pernah berhenti. Padahal kita tahu, bermedia sosial itu juga bagian dari bermuamalah,” kata Amirsyah.

 

Amirsyah juga mengingatkan bahwa MUI telah mengeluarkan fatwa Nomor 24 Tahun 2017 tentang Hukum dan Pedoman Bermuamalah melalui Media Sosial. Dalam fatwa tersebut ditegaskan bahwa hukum bermedia sosial bisa berubah tergantung isi dan niatnya.

“Hukumnya bisa wajib, bisa juga haram. Kalau menyebarkan berita hoaks, fitnah, atau gosip yang tidak benar, itu jatuhnya haram. Tapi kalau menyebarkan informasi yang bermanfaat dan benar, bisa menjadi wajib,” jelas Sekjen MUI itu.

 

Lebih lanjut, ia mengapresiasi totalitas kerja para petugas haji yang menurutnya telah berjuang maksimal dalam melayani jutaan jemaah.

 

“Tenaga-tenaga kita yang sudah berjibaku di lapangan, kita tentu mengapresiasi. Meskipun ada beberapa orang yang mungkin kurang sungguh-sungguh, ya perlu dievaluasi,” tandasnya.

 

Imbauan Sekjen MUI ini menjadi pengingat penting di tengah derasnya arus informasi digital. Etika bermedia sosial bukan sekadar soal teknis, tetapi juga menyangkut tanggung jawab moral dan agama. Dalam suasana haji yang sakral, mari jaga lisan dan jari, agar setiap kabar yang tersebar bernilai kebaikan dan bukan keburukan. (ivan)