“Saya punya keris banyak. Kalau (bicara) minta boleh, kan minta. Cuma tidak dikasih. Ini bahasa manteq,” canda pengasuh Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an LP3IA itu, sambil menekankan bahwa keyakinan sejati hanya ditujukan kepada Allah SWT.
Dengan mengisi Muharram lewat i’tikaf, zikir, khataman, dan ilmu, Gus Baha mengajarkan bahwa cara terbaik menghormati bulan suci adalah dengan memuliakan akal dan hati. Sebuah ajakan reflektif yang relevan untuk semua: lebih baik isi Muharram dengan cahaya ilmu daripada sekadar simbol-simbol warisan budaya. (ivan)
 
                                 
                                 
                                 
                                 
                                