REMBANG, PustakaJC.co - Setiap kali bulan Muharram tiba, KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha punya cara khas untuk mengisinya. Bukan dengan hal simbolik atau mistis, melainkan dengan i’tikaf, khataman Qur’an, ngaji tafsir, dan zikir bersama para ulama.
Gus Baha, pengasuh Lembaga Pembinaan Pendidikan dan Pengembangan Ilmu Al-Qur’an (LP3iA), mengajak umat Islam untuk tidak menyia-nyiakan waktu di bulan Muharram. Menurutnya, ini adalah waktu yang dimuliakan Allah, dan sebaiknya diisi dengan aktivitas yang bernilai ilmu dan ibadah. Dilansir dari nu.or.id, Minggu, (6/7/2025).
Saat ngaji Tafsir Jalalain di kediamannya di Desa Narukan, Kragan, Rembang, Gus Baha membagikan pengalamannya ber-i’tikaf selama bertahun-tahun. Aktivitas ini ia isi dengan berdiam di masjid, membaca Al-Qur’an, mengkaji tafsir dan hadits, serta berkumpul dengan orang-orang berilmu.
“Cuma niat saya bukan cari keris, tapi jangan ditiru. Nanti malah harus utang ke orang untuk biayanya,” ujar Gus Baha dengan gaya khasnya yang santai dan humoris.
Menurutnya, banyak orang terjebak pada kegiatan yang bersifat simbolik di bulan Muharram, padahal justru yang lebih penting adalah memberi asupan untuk akal dan hati.
“(Muharram) jangan hanya mencuci keris, otaknya juga dicuci, diberikan ilmu,” pesannya tegas.
Ia menambahkan bahwa majelis ilmu adalah bentuk nyata dari penghormatan terhadap waktu-waktu suci, sebagaimana dijelaskan dalam hadits Nabi Muhammad SAW riwayat Tirmidzi:
“Dunia itu terkutuk, dan segala isinya terkutuk, kecuali dzikir kepada Allah, dan apa yang mendukungnya, serta orang alim dan orang yang belajar.”
Dalam kesehariannya, Gus Baha juga mengaji hadits Shahih Muslim di bulan Muharram, sebagai bentuk menjaga kesinambungan ilmu dan memperkuat spiritualitas umat. Ia percaya, ilmu agama bukan hanya untuk kalangan santri atau pesantren, tapi harus menjadi budaya umat Islam.
“Saya punya keris banyak. Kalau (bicara) minta boleh, kan minta. Cuma tidak dikasih. Ini bahasa manteq,” canda pengasuh Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an LP3IA itu, sambil menekankan bahwa keyakinan sejati hanya ditujukan kepada Allah SWT.
Dengan mengisi Muharram lewat i’tikaf, zikir, khataman, dan ilmu, Gus Baha mengajarkan bahwa cara terbaik menghormati bulan suci adalah dengan memuliakan akal dan hati. Sebuah ajakan reflektif yang relevan untuk semua: lebih baik isi Muharram dengan cahaya ilmu daripada sekadar simbol-simbol warisan budaya. (ivan)
 
                     
                                 
                                 
                                 
                                 
                                