SURABAYA, PustakaJC.co — Komisi D DPRD Kota Surabaya meminta Dinas Kesehatan (Dinkes) lebih transparan dalam penyampaian data kasus stunting dan Demam Berdarah Dengue (DBD). Desakan itu muncul dalam rapat pembahasan RAPBD 2026 yang dipimpin dr. Akmarawita Kadir, Selasa, (21/10/2025).
Anggota Komisi D, dr. Michael Leksodimulyo, menyoroti pergeseran dana dalam pengadaan sarana dan prasarana kesehatan. Ia mencatat adanya kekurangan Rp326 juta yang dialihkan ke jasa penyediaan, serta Rp114 juta dari sistem informasi kesehatan. Dilansir dari bhirawaonline.co.id, Rabu, (22/10/2025).
“Kalau disebut efisiensi, jangan sampai alat vital seperti CO analyzer atau infus pump justru tidak jadi dibeli,” tegasnya.
Ia juga menyoroti kenaikan anggaran TBC dari Rp23 miliar ke Rp36 miliar sebagai indikasi peningkatan kasus, serta berkurangnya dana pelayanan lansia yang bisa menurunkan perhatian terhadap gizi dan kesehatan mereka.
Sementara itu, anggota Komisi D lainnya, Johari Mustawan, menekankan pentingnya kejujuran petugas lapangan dalam melaporkan kasus kesehatan.
“Petugas jangan takut melaporkan data sebenarnya. Laporan akurat penting untuk evaluasi dan perbaikan kebijakan,” ujarnya.
Johari juga meminta pengawasan izin apotek dan toko obat, serta data lengkap 63 puskesmas — terutama yang beroperasi 24 jam — agar pemerataan layanan bisa dipastikan.
Menanggapi hal tersebut, Kadis Kesehatan Surabaya, dr. Nanik Sukristina, menjelaskan bahwa sebagian pergeseran anggaran digunakan untuk gaji tenaga kesehatan paruh waktu dan jaminan kerja.
“Pengadaan alat kesehatan tahun 2026 sudah dikomitmenkan lewat skema desentralisasi Kemenkes,” jelasnya.
Ia menambahkan, penurunan anggaran pelayanan lansia terjadi karena program itu tidak lagi menjadi lokus DAK, melainkan didanai BOK yang dikurangi pusat.
Rencana pengembangan RS Surabaya Selatan juga masih menunggu pembahasan kerja sama dengan pihak swasta.
Dari sisi kebijakan, Bappedalitbang Kota Surabaya memastikan porsi anggaran fungsi kesehatan tetap tinggi.
“Tahun 2026 mencapai Rp2,46 triliun atau 21,7 persen dari total belanja daerah,” ujar juru bicaranya, Feriz A.S.
Menurutnya, porsi itu sudah memenuhi amanat nasional dengan tetap memperhitungkan program KB, stunting, dan layanan masyarakat.
Ketua Komisi D menegaskan DPRD akan terus mengawal agar setiap rupiah anggaran kesehatan digunakan tepat sasaran dan berdampak nyata bagi warga Surabaya. (ivan)