Banjir Bandang dan Longsor Terjang Malang Selatan, Pentingnya Memahami Tindakan Sigap Mitigasi Secara Mandiri

gaya hidup | 18 Oktober 2022 23:53

Banjir Bandang dan Longsor Terjang Malang Selatan, Pentingnya Memahami Tindakan Sigap Mitigasi Secara Mandiri
dok bpbd jatim

SURABAYA, PustakaJC.co - Sejumlah wilayah di Kabupaten Malang daerah selatan diterjang banjir bandang dan longsor, Senin (17/10). Belum dilaporkan ada korban jiwa akibat kejadian tersebut.

Berdasarkan data BPBD Jatim, setidaknya ada enam kecamatan yang terdampak banjir. Meliputi Kecamatan Donomulyo, Pagak, Sumbermanjing Wetan, Tambakrejo, Tirtoyudo, Bantur dan Ampelgading.

Dari keenam kecamatan itu, banjir bandang melanda Kecamatan Tirtoyudo, tepatnya Desa Pujiarjo.

"Hujan lebat di wilayah Malang khususnya bagian selatan, mula Minggu (16/10) hingga saat ini menyebabkan banjir bandang di Desa Pujiarjo, Kecamatan Tirtoyudo," Kalaksa BPBD Jatim, Budi Santosa melalui keterangannya.

Ia merinci, di Kecamatan Donomulyo banjir merendam Desa Sumberoto dan Desa Kedung salam. Lalu di Kecamatan Pagak melanda Desa Sumbermanjing Kulon.

Kemudian di Kecamatan Sumbermanjing Wetan, menerjang Desa Sitiarjo dan Desa Tambakrejo. Di Kecamatan Tirtoyudo terjadi Desa Purwodadi. Kemudian di Kecamatan Bantur melanda Desa Bandungrejo, sedangkan di Kecamatan Ampel Gading menerjang Desa Lebakharjo.

"Tanah Longsor terjadi di Dusun Srimlulyono dan Dusun Sukodono, Kecamatan Dampit," ucapnya.

Budi mengatakan belum ada korban jiwa yang dilaporkan akibat banjir dan longsor tersebut. Dampak kerusakan juga masih didata.

"Korban nihil, dampak kerusakan masih dalam pendataan," kata dia.

Saat ini BPBD Jatim dan BPBD Malang sedang melakukan assessment di lokasi kejadian dan berkoordinasi dengan pihak terkait.

Di sisi lain, harus diakui jika upaya mitigasi bencana di Indonesia masih menjadi persoalan yang perlu mendapat pengembangan lebih besar. Penting diketahui, tak hanya mengharapkan prosedur mitigasi dari pihak yang berwenang, sebenarnya setiap masyarakat harus lebih dulu memahami pentingnya mitigasi bencana secara mandiri.

Bukan tanpa alasan, menurut hasil riset yang dipublikasi oleh Our World in Data dalam Lokadata, satu dari tiap seribu kematian di dunia disebabkan oleh bencana alam. Bisa diduga, negara-negara dengan peringkat kesejahteraan rendah dan pengelolaan bencana yang minim pula, cenderung lebih rentan dan menelan lebih banyak korban jika terjadi bencana alam.

Di Indonesia, sayangnya dengan letak geografis yang rawan akan berbagai macam bencana mulai dari gempa, potensi letusan genung, hingga tsunami, upaya mitigasi Indonesia masih belum memadai.

Hal tersebut didukung oleh data survei pada tahun 2019 yang diadakan oleh BPS. Di mana dari setiap 15 desa/kelurahan di Indonesia, hanya satu yang memiliki sistem peringatan dini bencana alam.

Berangkat dari kondisi tersebut, perlu dipahami jika kita sebagai masyarakat tidak bisa sepenuhnya mengandalkan pihak berwenang. Namun, kita bisa coba meminimalisir dampak bencana dengan upaya mitigasi yang dilakukan secara mandiri.

Secara garis besar, ada dua upaya yang bisa diakukan sebagai langkah mitigasi bencana mandiri, yakni:

Pahami kondisi geografis tempat tinggal

Hal satu ini merupakan langkah paling penting untuk menentukan langkah-langkah mitigasi yang bisa dipersiapkan selanjutnya. Masyarakat bisa memulai dengan memperhatikan bentang alam di wilayah sekitar tempat tinggal. Misalnya daerah perbukitan, lembah, dataran rendah, pegunungan, dan masih banyak lagi.

Contohnya, apabila letak tempat tinggal berada di lereng gunung, maka kita perlu mencari tahu tentang intensitas aktivitas vulkanis gunung tersebut. Di mana informasi seperti ini bisa diakses pada berbagai sumber kredibel yang sudah ada.

Jika dinilai terlalu sulit, cara paling sederhana bisa dilakukan dengan menelusuri riwayat bencana alam yang pernah terjadi di wilayah tempat tinggal. Contoh yang paling sederhana adalah dengan mencari tahu potensi adanya banjir tahunan, ketika ingin memilih kawasan tempat tinggal.

Dengan mempelajari kondisi geografis tersebut, kita bisa mengetahui kemungkinan bencana yang mungkin terjadi di waktu yang akan datang.

Mempersiapkan skenario terburuk

Adapun yang dimaksud dengan mempersiapkan skenario terburuk adalah upaya yang dilakukan untuk menghadapi kemungkinan bencana di waktu yang akan datang. Hal satu ini yang nyatanya penting, namun belum banyak disadari oleh banyak orang.

Terdapat 3 tindakan yang secara garis besar perlu dilakukan sebagai bentuk mitigasi bencana secara mandiri.

Pertama, masyarakat perlu memiliki kesadaran untuk mengamankan aset dan barang berharga, yang merupakan salah satu hal penting dan bisa hilang dalam sekejap serta merubah kehidupan saat terjadi bencana.

Karena itu, berbagai bentuk aset penting ada baiknya disimpan dalam sebuah penyimpanan yang aman dari bencana. Misalnya, surat-surat berharga yang dicadangkan dalam bentuk softcopy, atau dokumen dan barang berharga lain yang disimpan pada layanan kotak deposit yang dimiliki layanan perbankan.

Kedua, menyimpan daftar kontak pihak berwenang yang bisa dihubungi saat terjadi bencana. Kenyataannya, saat ini belum banyak masyarakat yang paham dan tahu, siapa pihak dan kemana harus menghubungi saat ada bencana terjadi. Kontak-kontak instansi yang bisa dicatat dapat terdiri dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), hingga petugas pemadam kebakaran.

Ketiga, memiliki perlengkapan siaga bencana. Hal satu ini juga yang nyatanya belum menjadi perhatian utama sebagian besar masyarakat. perlengkapan kesiap-siagaan bencana menjadi hal penting yang seharusnya dimiliki jika sadar bahwa wilayah tempat tinggal memiliki risiko bencana.

Beberapa perlengkapan yang dimaksud di antaranya dapat terdiri dari Kotak P3K, persediaan makan dan minum kaleng, pakaian nyaman yang praktis, lampu senter, pisau lipat, obat pribadi, dan sejenisnya. (int)