Pemerintah Tetapkan HPP Gabah Rp 6.500/Kg untuk Percepat Swasembada Pangan

pemerintahan | 31 Januari 2025 14:40

Pemerintah Tetapkan HPP Gabah Rp 6.500/Kg untuk Percepat Swasembada Pangan
Pemerintah Tetapkan HPP Gabah Rp 6.500/Kg untuk Percepat Swasembada Pangan (dok kominfo.jatim)

SURABAYA, PustakaJC.co  - Pemerintah menunjukkan komitmennya dalam melindungi petani sebagai bagian penting dari upaya percepatan swasembada pangan dengan menetapkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) Gabah Kering Panen (GKP) sebesar Rp 6.500 per kilogram (kg) di tingkat petani, serta menghapuskan rafaksi harga gabah.

 

Keputusan ini diatur melalui Keputusan Kepala Badan Pangan Nasional Nomor 14 Tahun 2025, yang merupakan perubahan dari Keputusan Kepala Badan Pangan Nasional Nomor 2 Tahun 2025 mengenai harga pembelian pemerintah dan rafaksi harga gabah dan beras.

 

"HPP GKP di petani Rp 6.500 per kg. Penyesuaian ini dengan tujuan untuk melindungi sedulur petani kita, sehingga tetap dan terus semangat berproduksi demi swasembada pangan," ujar Kepala Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) Arief Prasetyo Adi seusai menghadiri 'Penandatanganan Komitmen Bersama Serap Gabah Petani', pada Kamis (30/1/2025) dalam keterangannya.

 

Arief menambahkan bahwa panen raya tahun ini merupakan kesempatan penting untuk mengoptimalkan serapan gabah dan beras dalam negeri. Sejalan dengan hasil Rakortas Kementerian Koordinator Bidang Pangan, pihaknya telah mengirimkan surat kepada Direktur Utama Perum Bulog untuk melaksanakan tugas pengadaan gabah dan beras dalam negeri pada tahun 2025, dengan target sebanyak 3 juta ton setara beras.

 

"Dengan target ini dan juga dengan kebijakan HPP gabah yang sudah disesuaikan dengan kepentingan petani, kita berharap serapan gabah petani dalam negeri dapat berjalan secara optimal. Tentunya dengan harapan bahwa proyeksi panen raya dari BPS dapat terealisasi dengan baik di lapangan," urai Arief.

 

Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), proyeksi panen beras pada Januari dan Februari masing-masing mencapai 1,31 juta ton dan 2,08 juta ton. Sementara itu, pada bulan Maret diperkirakan akan meningkat signifikan menjadi 5,20 juta ton beras. Angka ini sudah melebihi konsumsi beras bulanan sebesar 2,5 juta ton, menunjukkan adanya surplus. Berdasarkan tren yang ada, produksi beras diperkirakan masih akan surplus selama musim panen raya pada bulan April dan Mei.

 

Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menyatakan bahwa proyeksi produksi padi untuk Januari hingga Maret 2025 mengalami peningkatan dibandingkan periode yang sama pada tahun 2024. "Produksi padi di Januari, Februari, dan Maret 2025 menurut data BPS menunjukkan kenaikan, yakni 50 persen di Januari, 49 persen di Februari, dan 51 persen di Maret dibandingkan dengan tahun lalu pada bulan yang sama. Semoga April juga akan baik," ujarnya.

 

Sementara itu, sesuai dengan penugasan dari Badan Pangan Nasional (NFA), target serapan gabah sebanyak 3 juta ton setara beras akan dioptimalkan pada semester pertama tahun 2025, seiring dengan panen raya yang berlangsung. Target tersebut mencakup 2,1 juta ton setara beras atau 70 persen dari total target tahun 2025. "Saya mengajak kita semua untuk bersama-sama mewujudkan target penyerapan gabah dan beras sebanyak 3 juta ton," kata Arief.

 

Kepala NFA Arief Prasetyo Adi juga menekankan pentingnya peran Bulog dalam memaksimalkan fasilitas Sentra Penggilingan Padi (SPP). Terdapat 10 unit SPP yang tersebar di lima provinsi, yang berkontribusi pada 58,4 persen produksi padi nasional pada tahun 2024.

 

SPP adalah fasilitas pengolahan gabah yang dilengkapi dengan peralatan teknologi canggih serta memiliki kapasitas produksi dan penyimpanan yang besar. Di Jawa Timur, terdapat empat unit SPP yang berada di Bojonegoro, Magetan, Jember, dan Banyuwangi. Jawa Timur sendiri memproduksi 9,2 juta ton padi pada 2024 menurut data BPS.

 

Sementara itu, di Jawa Tengah terdapat dua unit SPP di Sragen dan Kendal, yang berkontribusi pada produksi padi sebesar 8,8 juta ton pada 2024. Di Jawa Barat, dua unit SPP terletak di Subang dan Karawang, dengan total produksi padi 8,5 juta ton pada tahun 2024.

 

Di Provinsi Lampung dan Nusa Tenggara Barat (NTB), masing-masing terdapat satu unit SPP, di mana Lampung memproduksi 2,7 juta ton padi dan NTB 1,4 juta ton pada 2024. Dengan penyebaran fasilitas SPP di lima provinsi penghasil padi utama ini, Bulog diharapkan dapat menyerap gabah petani lokal dan mengolahnya menjadi beras berkualitas. (nov)