SURABAYA, PustakaJC.co - Pemerintah Provinsi Jawa Timur menyatakan kesiapannya untuk memfasilitasi aspirasi para pelaku industri hasil tembakau (IHT) terkait penolakan terhadap Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024. Langkah ini bertujuan agar perjuangan peninjauan kembali aturan tersebut dapat berlanjut ke tingkat nasional dan tidak stagnan di daerah.
Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, menegaskan bahwa sektor IHT merupakan penyumbang signifikan bagi pendapatan negara. Sejak 2018 hingga 2024, tren penerimaan Cukai Hasil Tembakau (CHT) dalam APBN terus meningkat. Bahkan, kontribusi Jawa Timur tahun lalu mencapai Rp133,2 triliun atau 61,41 persen dari total penerimaan cukai nasional sebesar Rp216,9 triliun.
Meski demikian, Khofifah mengakui bahwa industri tembakau saat ini menghadapi tantangan besar, terutama akibat penerapan PP 28/2024 dan rencana regulasi terkait kemasan rokok polos tanpa identitas merek.
Sebagai bentuk dukungan kepada sektor ini, Pemprov Jatim telah menerbitkan Peraturan Gubernur Nomor 10 Tahun 2022 tentang arah kebijakan perlindungan dan pengembangan pertembakauan untuk periode 2022–2024. Regulasi ini diharapkan mampu menciptakan titik temu antara kepentingan kesehatan masyarakat, keberlangsungan industri, dan penerimaan negara.
“Dengan diskusi publik ini, kami berharap muncul solusi kreatif dan pemahaman yang lebih mendalam tentang keberlangsungan IHT di Jawa Timur,” ujar Khofifah dalam Forum Diskusi Publik Jawa Pos.
Senada dengan itu, Kepala Biro Perekonomian Pemprov Jatim, Mhd. Aftabuddin RZ, menyampaikan bahwa semua masukan dari forum akan ditindaklanjuti. Dalam forum bertema "Membedah Dampak PP 28/2024 Terhadap Keberlangsungan Industri Tembakau dan Turunannya di Jawa Timur", ia menegaskan bahwa mayoritas peserta sepakat pasal-pasal yang merugikan industri harus dikaji ulang.
“Semua peserta forum sepakat bahwa substansi yang merugikan IHT perlu direvisi,” ujarnya dalam pernyataan penutup diskusi, Selasa (29/4).
Aftabuddin juga menyebutkan bahwa Pemprov akan menjembatani pertemuan antara asosiasi pelaku industri dengan legislator, baik di tingkat DPR RI maupun DPRD Jawa Timur. Ia berharap, langkah ini dapat menghasilkan kebijakan yang lebih adil dan berpihak pada kepentingan daerah.
“Kami baru saja kehilangan potensi pendapatan Rp4,2 triliun akibat UU HKPD. Jangan sampai PP ini kembali merugikan kami,” pungkasnya. (nov)