SURABAYA, PustakaJC.co - Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur (Dinsos Jatim) memainkan peran penting sebagai penghubung antara kebijakan pusat dan pelaksanaan di daerah dalam menyukseskan program Sekolah Rakyat (SR), gagasan Presiden Prabowo Subianto melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 2025 tentang percepatan penghapusan kemiskinan.
Program ini menarget anak-anak dari keluarga miskin berdasarkan data ekonomi sosial BPS, khususnya Desil 1 dan 2, dan memprioritaskan pembentukan karakter, bukan sekadar pendidikan formal.
“Dinsos Jatim menjembatani kebijakan pusat dengan kesiapan kabupaten/kota, termasuk validasi data, infrastruktur, dan sinergi lintas instansi,” jelas Yusmanu, Sekretaris Dinsos Jatim, mewakili Kepala Dinsos Jatim, Dra. Restu Novi Widiani, saat diwawancarai oleh jurnalis PustakaJC.co di Kantor Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur, Rabu, (6/8/2025).
Hingga pertengahan 2025, Jawa Timur telah mengoperasikan program SR di 12 titik lokasi seperti Surabaya, Lamongan, Batu, Banyuwangi, dan BPSDM Malang. Lahan 6 hektar disiapkan di tiap kabupaten/kota, dengan dukungan pembangunan dari Kementerian PUPR. Separuh lokasi masih dikelola oleh ESDM.
“Siswa dipilih melalui mekanisme profiling ketat, mencakup foto rumah, penghasilan keluarga, hingga survei langsung oleh BPS. Tak ada ruang untuk “titipan”. “Yang diterima benar-benar dari keluarga miskin, dan semua prosesnya terbuka dan terukur,” tegas Yusmanu.

Setelah dinyatakan lolos, siswa mengikuti boarding school dengan kurikulum berbasis karakter, bukan hanya akademik. Masa pengenalan siswa berlangsung tiga bulan penuh untuk melatih kedisiplinan, kerja sama, dan mindset produktif. Gedung SR juga dirancang khusus dengan minimal dua ronde dan ruang-ruang penunjang seperti laboratorium, perpustakaan, dapur, dan ruang guru.
Model pendidikannya terdiri dari SRMP (Sekolah Rakyat Menengah Pertama) seperti SRMP 32 di Malang, dan SRT (Sekolah Rakyat Terintegrasi) yang menggabungkan dua jenjang seperti SD–SMP atau SMP–SMA. Total siswa saat ini mencapai 1.925 orang.
Tujuan utama program ini bukan mencetak juara akademik, tetapi membentuk karakter anak miskin agar bangkit dari kemiskinan struktural. Bahkan pendekatan seperti tes DNA dan talenta digunakan untuk memetakan potensi siswa, dibantu negara untuk kuliah atau bekerja sesuai minatnya.
“Ini bukan soal menyaingi pesantren atau sekolah formal lainnya. Tapi bagaimana membangun karakter dan mindset wong cilik agar tidak mewariskan kemiskinan,” tukas Ketua DP KORPRI Dinsos Jatim ini. (ivan)