SURABAYA, PustakaJC.co – DPRD Jawa Timur menegaskan pengawasan pekerja migran Indonesia (PMI) harus tetap dilakukan di daerah, bukan ditarik ke pusat. Alasannya, perlindungan PMI akan lebih efektif bila dekat dengan wilayah asal pekerja.
Anggota DPRD Jatim dari Fraksi PKB, Hikmah Bafaqih, menilai rentang kendali pengawasan akan semakin jauh bila dipusatkan di Jakarta. Padahal, di tingkat daerah saja masih banyak persoalan yang belum terselesaikan, mulai dari perusahaan penempatan “nakal” hingga maraknya pekerja ilegal. Dilansir dari jatimpos.co, Senin, (25/8/2025).
“Sejak awal kami mengatakan, yang sudah baik di daerah jangan diubah. Mestinya dikembangkan, jangan diubah menjadi sesuatu yang malah semakin memperburuk situasi,” ujar Hikmah di Gedung DPRD Jatim, Senin, (25/8/2025).
Hikmah yang juga Wakil Ketua Komisi E DPRD Jatim itu baru saja menghadiri diseminasi hasil riset tentang siklus PMI pada 12-14 Agustus 2025 di Surabaya. Forum tersebut melibatkan BP2MI, KP2MI, Disnaker provinsi hingga kabupaten/kota, serta aktivis LSM.
Ia mengungkap masih banyak persoalan yang dihadapi PMI, mulai dari rekrutmen, penampungan, masa kerja di luar negeri, hingga reintegrasi saat kembali. Salah satu masalah serius adalah manipulasi data usia atau ijazah calon PMI, serta minimnya pendidikan kompetensi yang seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah sesuai UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.
“Proses pembinaan dan pendidikan kompetensi bagi calon PMI menjadi beban pemerintah daerah, tapi faktualnya kita tidak punya kemampuan anggaran. Akhirnya, di undang-undang itu juga disebutkan boleh memberdayakan P3MI,” jelas Hikmah.
Selain itu, ia menyoroti kondisi penampungan calon PMI yang kerap tidak manusiawi. Situasi ini, menurutnya, bisa berlanjut hingga ke tempat kerja di luar negeri bila tidak ada pengawasan yang ketat di daerah.
Hikmah juga menolak wacana pengawasan ditarik ke KP2MI pusat.
“Sekarang saja kontrolnya ada di pemerintah daerah banyak P3MI nakal, banyak pekerja ilegal. Gimana kalau kontrolnya ditarik ke Jakarta? Semakin jauh,” tegasnya.
Tak hanya soal pekerja, Hikmah menekankan pentingnya perhatian terhadap keluarga PMI di tanah air.
“Pekerja migran kita itu juga harus dipedulikan soal keluarganya. Karena kalau keluarganya enggak kita pedulikan, di tempat kerja mereka yang jauh, mereka juga tidak akan bekerja dengan nyaman,” katanya.
Ia menambahkan, dukungan keluarga yang kuat dapat meningkatkan produktivitas PMI sekaligus meminimalkan risiko stres dan perlakuan kasar dari majikan.
Sebagai penutup, Hikmah berharap pemerintah provinsi dan kabupaten/kota memperkuat kolaborasi dengan LSM dan NGO yang selama ini aktif di lapangan.
“Mereka ini wajib dideketin sama pemerintah untuk mendapatkan informasi dan peta tentang kejadiannya seperti apa, supaya ada kejelasan respon,” pungkasnya. (ivan)
 
                     
                                 
                                 
                                 
                                 
                                