JAKARTA, PustakaJC.co – Anggota DPR RI Komisi VII Fraksi PDI Perjuangan, Novita Hardini, mendesak pemerintah segera membereskan kisruh kebijakan gas nasional yang dinilainya menghambat pertumbuhan industri manufaktur dalam negeri. Desakan itu disampaikan dalam rapat dengar pendapat Komisi VII DPR RI dengan PT Perusahaan Gas Negara (PGN) di Senayan, Senin, (29/9/2025).
Legislator dari Dapil VII Jawa Timur itu menegaskan tumpang tindih kebijakan dan pembatasan penyaluran gas membuat industri padat energi “nyaris tidak bisa bernapas.” Dilansir dari jatimpos.co, Selasa, (30/9/2025).
“Kita tidak bisa menutup mata. Industri manufaktur mandek karena kita belum mampu mengurai masalah ego sektoral. PGN dan Kemenperin jangan hanya saling lempar tanggung jawab,” kata Novita di hadapan pimpinan rapat.
Ia menyoroti pembatasan volume penyaluran gas dan tambahan biaya distribusi yang diterapkan PGN. Kebijakan tersebut, menurutnya, memukul pelaku industri yang bergantung pada pasokan gas.
“Pembatasan kuota dan biaya tambahan membuat banyak pelaku industri tercekik. Operasional mereka melambung tinggi, banyak yang gulung tikar. Industri padat energi bahkan sudah kesulitan sekadar bernapas,” tegasnya.
Meski PGN hanya berperan sebagai pelaksana, Novita menuntut perusahaan pelat merah itu memberi penjelasan terbuka terkait ketidakjelasan kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) yang dinilai tidak konsisten di lapangan.
“PGN tidak bisa hanya berdalih kebijakan ada di kementerian. Sebagai pelaksana, PGN tetap punya tanggung jawab untuk memberikan penjelasan dan mencari solusi. Komisi VII butuh jawaban konkret, bukan sekadar melempar masalah ke pihak lain,” ujarnya.
Novita juga menekankan pentingnya koordinasi antar-kementerian agar industri tidak terus menjadi korban tarik ulur kebijakan.
“Kalau kebijakan gas tetap tidak jelas, industri nasional akan terus tersandera. Jangan sampai masa depan industri hancur hanya karena kementerian dan BUMN saling melempar tanggung jawab,” tutup Novita. (ivan)