JAKARTA, PustakaJC.co - Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Zulfikar Arse Sadikin, menegaskan bahwa penyediaan tiga juta rumah rakyat yang layak bukan semata program teknis, melainkan amanat konstitusi yang berhubungan langsung dengan hak asasi manusia. Hal ini sesuai Pasal 28H ayat (1) UUD 1945 yang menegaskan hak setiap warga negara atas tempat tinggal yang layak dan lingkungan hidup yang sehat.
“Rumah bukan sekadar bangunan, tapi hak asasi rakyat. Karena itu, pemerintah wajib mewujudkannya dengan niat lurus dan cara yang benar. Kalau dijalankan hanya sebagai proyek, tujuannya akan menyimpang,” tegas Zulfikar, dikutip dari bhirawaonline.co.id, Jumat, (10/10/2025).
Pernyataan itu disampaikan dalam forum Dialektika Demokrasi bertajuk “Program 3 Juta Rumah, Wujud Nyata Pemerintah dalam Menjawab Kebutuhan Dasar Rakyat”, hasil kerja sama Koordinatoriat Wartawan Parlemen (KWP) dengan Biro Pemberitaan DPR RI. Acara tersebut juga menghadirkan Wakil Ketua Komisi V DPR RI, Syaiful Huda (FPKB), serta Subsidized Mortgage Division Head BTN, Dedy Lesmana.
Zulfikar menilai ketersediaan lahan menjadi faktor kunci dalam menyukseskan program ini. Ia menyebut tanah bisa diperoleh dari berbagai sumber, mulai dari aset negara, BUMN, swasta, hingga masyarakat yang bersedia mewakafkan lahannya.
“Lahan itu ada, tinggal kita pastikan statusnya clear and clean. Pengembang juga harus paham, cari untung boleh, tapi jangan berlebihan. Rumah subsidi tetap harus layak dan bermartabat,” ujarnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi V DPR RI, Syaiful Huda, menyoroti pentingnya percepatan dan konsistensi pelaksanaan program 3 juta rumah sebagai prioritas nasional. Menurutnya, program ini bukan hanya solusi atas backlog perumahan, tetapi juga motor penggerak ekonomi rakyat.
“Kalau dijalankan konsisten, target 9,6 juta rumah satu periode pemerintahan bisa tercapai. Bahkan bisa tembus 12 juta unit dalam lima tahun. Ini mendesak, karena masih ada lebih dari 26,6 juta warga tinggal di hunian tidak layak,” kata Huda.
Ia juga mengapresiasi langkah Presiden Prabowo Subianto yang menunjuk langsung Ketua Satgas Perumahan sebelum pembentukan Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), sebagai bukti komitmen pemerintah terhadap sektor ini.
“Kontribusi sektor perumahan terhadap ekonomi bisa mencapai 1,7 hingga 2 persen. Satu rumah melibatkan 14 tenaga kerja, jadi kalau program berjalan maksimal, bisa menyerap lebih dari dua juta pekerja,” jelasnya.
Namun, Huda mengingatkan bahwa tantangan utama tetap terletak pada kompleksitas pembiayaan dan akses masyarakat. Ia meminta pemerintah menyusun regulasi yang lebih inklusif dan sederhana, terutama dalam pengadaan tanah dan pemanfaatan aset pemerintah.
Dedy Lesmana dari Bank BTN menambahkan, pihaknya telah menyalurkan sekitar 140.000 unit rumah subsidi dari total kuota 350.000 unit, atau sekitar 70 persen target nasional. Jawa Barat tercatat sebagai wilayah penyaluran terbesar, disusul Sumatera, Jawa Timur, dan Sulawesi.
“Kami terus berupaya memperluas akses rumah layak bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Dengan dukungan APBN senilai Rp57,7 triliun, kami optimistis program ini bisa terealisasi tanpa ketergantungan pada skema Tapera,” pungkas Dedy. (ivan)