Komisi III Tegaskan KUHAP Baru Menguatkan Hak Warga dan Disabilitas

pemerintahan | 20 November 2025 16:51

Komisi III Tegaskan KUHAP Baru Menguatkan Hak Warga dan Disabilitas
Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, memimpin konferensi pers di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta. (dok bhirawa)

JAKARTA, PustakaJC.co - Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, menegaskan bahwa Undang-Undang Hukum Acara Pidana (UU KUHAP) yang baru justru menghadirkan prinsip kehati-hatian, penghormatan HAM, serta kesetaraan di hadapan hukum. Klarifikasi ini disampaikan dalam konferensi pers di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Rabu, (19/11/2025), guna meluruskan berbagai kabar keliru yang beredar di publik.

 

Ia menyebut terdapat kesalahpahaman atas sejumlah pasal yang disorot masyarakat, terutama terkait penangkapan, penyelidikan, hingga perlindungan bagi penyandang disabilitas. Dilansir dari bhirawaonline.co.id, Kamis, (20/11/2025).

 

Isu Penangkapan dan Upaya Paksa

 

Menanggapi kekhawatiran soal Pasal 5 yang disebut membuka peluang penangkapan tanpa konfirmasi tindak pidana, Habiburokhman menegaskan bahwa tudingan tersebut tidak benar.

 

“Penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan dilakukan pada tahap penyidikan, bukan penyelidikan. Ini untuk mengatasi keterbatasan jumlah penyidik,” tegas Habiburokhman.

 

Ia menambahkan, aturan upaya paksa dalam KUHAP baru justru lebih ketat dibanding KUHAP 1981. Setiap tindakan wajib melalui izin hakim, termasuk penggeledahan dan penyitaan. Dalam kondisi mendesak, penyidik tetap harus meminta persetujuan hakim maksimal 2×24 jam.

 

Sementara soal penyadapan, KUHAP menegaskan bahwa mekanismenya akan diatur melalui undang-undang khusus agar lebih terukur dan akuntabel.

 

 

Pembatasan Metode Investigasi Khusus

 

Menjawab kekhawatiran Pasal 16 terkait teknik undercover buy dan controlled delivery, Habiburokhman memastikan metode tersebut tidak berlaku untuk semua tindak pidana.

 

“Itu teknik investigasi khusus yang hanya berlaku pada tindak pidana tertentu, seperti yang diatur dalam UU Narkotika dan Psikotropika,” jelasnya.

 

Restorative Justice Diatur Lebih Ketat

 

Mengenai penerapan Restorative Justice pada Pasal 74A dan 79, Komisi III memastikan mekanisme tersebut tidak boleh disalahgunakan.

 

“Penerapannya harus tanpa paksaan, tanpa tekanan, tanpa intimidasi. Semua proses diawasi pengadilan,” ujarnya.

 

 

Komitmen Perlindungan Disabilitas

 

Dua pasal yang ramai disorot publik—Pasal 99 dan Pasal 137A—juga dibantah oleh Komisi III. Ia menegaskan bahwa KUHAP baru tidak memberikan tambahan durasi penahanan berdasarkan kondisi fisik maupun mental tersangka.

 

“Rumusan itu sengaja tidak diadopsi Pemerintah karena bertentangan dengan prinsip nondiskriminasi,”kata Ketua Komisi III DPR RI ini.

 

Terkait isu penghukuman tanpa batas waktu, Komisi III menegaskan informasi tersebut keliru. Pasal 146 bahkan memberi ruang bagi hakim untuk memberikan tindakan rehabilitatif, bukan pidana, kepada penyandang disabilitas. KUHAP juga memastikan mereka mendapat sarana, layanan, dan perlakuan setara.

 

Habiburokhman menegaskan bahwa KUHAP yang baru merupakan langkah pembaruan hukum acara pidana yang lebih humanis dan inklusif. Pemerintah dan DPR berharap regulasi ini menguatkan keadilan, menjamin hak warga negara, dan menghapus praktik diskriminatif yang pernah terjadi di masa lalu. (ivan)