BPBD Jatim Perketat Kesiapsiagaan: Malam Ketika Para Penjaga Bencana Menolak Untuk Pulang

pemerintahan | 24 November 2025 14:19

BPBD Jatim Perketat Kesiapsiagaan: Malam Ketika Para Penjaga Bencana Menolak Untuk Pulang
Dok BPBD Jatim

SURABAYA, PustakaJC.co – Ada malam-malam tertentu yang menyimpan denyut berbeda. Malam ketika langit menggantungkan gumpalan gelap, ketika hujan tidak sekadar jatuh, tetapi membawa kabar dari wilayah-wilayah yang rapuh. Malam ketika Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Timur kembali menegakkan punggungnya—menjadi penyangga pertama bagi jutaan warga yang tidur dalam ketidaktahuan bahwa alam sedang gelisah.

 

Di kantor BPBD Jatim, lampu-lampu tidak padam. Hanya berubah dari siang yang sibuk menjadi malam yang sibuk dengan cara yang lebih halus. Di ruangan itulah—di dalam pusat kendali bernama Pusdalops PB—Jawa Timur dijaga bukan oleh senjata, tetapi oleh data, peta, radio komunikasi, dan manusia-manusia yang memilih berjaga, bukan beristirahat.

Dan pada Minggu malam (23/11/2025), sekitar pukul 22.00, seorang tamu datang dalam senyap: Wakil Gubernur Jawa Timur, Emil Elestianto Dardak. Tanpa sirene, tanpa protokol panjang, hanya langkah yang mantap memasuki gedung yang sedang bekerja lebih keras dari biasanya.

 

Ruang Komando yang Menyalakan Cahaya Harapan

Setibanya di Pusdalops, Wagub Emil menyaksikan bagaimana bencana tidak pernah bergerak sendirian. Pada layar-layar raksasa, aliran data menunjukkan banjir merambah Gresik, Pasuruan, Jombang, hingga bagian-bagian Kota Surabaya. Setiap titik merah pada peta bukan sekadar indikator—melainkan rumah, jalan, dan manusia.

 

Di ruangan yang bersuhu sejuk itu, suara hujan seolah masih terdengar melalui laporan-laporan lapangan. Relawan menembus genangan. Petugas mengevakuasi warga yang terjebak malam hari. Sirene ambulans terdengar dari kejauhan, hanya sebagai gema yang disampaikan operator lewat headset.

Beberapa menit kemudian, Wagub Emil menghubungi Kepala Pelaksana BPBD daerah yang wilayahnya paling terdampak. Suara di seberang telepon terdengar serak, seperti orang yang sudah terlalu lama bergumul dengan kelelahan. Tetapi di balik kelelahan itu tetap ada ketangguhan—dan itulah yang ingin dipastikan oleh sang Wakil Gubernur: bahwa semua bergerak, semua terkoordinasi, semua saling menopang.

 

Di Selatan, Semeru Masih Menguji

Namun bencana tidak hanya datang dari hujan. Di Kabupaten Lumajang, Gunung Semeru kembali memperlihatkan dinamika yang tak bisa ditebak. Guguran material vulkanik dan ancaman lahar hujan di Kecamatan Pronojiwo masih menyisakan kecemasan tersendiri.

 

Di hadapan Wagub Emil, Kabid Kedaruratan dan Logistik, Satriyo Nurseno, melaporkan rencana penambahan alat berat pada Senin (24/11) untuk membuka akses yang tertutup material vulkanik. Akses yang terputus, bagi warga, adalah isolasi; dan isolasi dalam masa bencana adalah bahaya kedua setelah bencananya sendiri.

“Selain fisik, kebutuhan dasar warga harus aman,” ujar Satriyo. “Air, makanan, dan layanan kesehatan harus tetap mengalir.”

 

Di sampingnya, Kabid Rehabilitasi dan Rekonstruksi, Dhany Aribowo, menambahkan bahwa potensi lahar hujan tetap menjadi perhatian khusus mengingat cuaca yang semakin tidak menentu. Dari sudut ruangan, beberapa operator mencatat, menginput data, mengubah status laporan; seakan semesta sedang diurai agar manusia tetap lebih dulu menemukan jalan keselamatan.

 

Sekdaprov: Memastikan Sistem Tidak Hanya Ada, Tapi Bekerja

Beberapa hari sebelumnya, Senin malam (17/11), Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Timur, Adhy Karyono, telah melakukan hal yang sama: mendatangi Pusdalops ketika sebagian kota lelap. Ia ingin melihat sendiri bagaimana laporan-laporan bencana bergerak, bagaimana respons antarwilayah dirangkai, bagaimana sistem bekerja tidak hanya di atas kertas.

 

“Bencana bisa datang dari segala arah,” katanya tegas. “Semua BPBD harus meningkatkan kesiapsiagaannya.”

Tingginya intensitas hujan, banjir bandang, angin kencang, dan erupsi gunung api membuat koordinasi lintas kabupaten/kota bukan lagi sekadar prosedur, tetapi ritme wajib sebuah provinsi besar seperti Jawa Timur.

 

Pusdalops: Simpul Sunyi yang Menjaga Banyak Jiwa

Pusdalops BPBD Jatim bukan ruang biasa. Di sanalah kabar dari BMKG, PVMBG, relawan desa, pos pemantauan gunung api, dan laporan warga berpadu menjadi satu ekosistem informasi. Operatornya bekerja dalam shift yang tidak mengenal batas waktu.

 

Ketika mereka berbicara lewat radio panggil, yang dipertaruhkan bukan sekadar data, tetapi nyawa.

 

Di layar-layar itu, hujan bukan hanya hujan—ia berubah menjadi grafik, warna, indikator, dan tingkat risiko. Erupsi bukan hanya letusan, tetapi elevasi, radius bahaya, dan prediksi arah angin. Di balik angka-angka itu, ada keluarga yang menunggu, ada desa yang rawan, ada jalan yang harus segera dibuka, ada logistik yang harus bergerak sebelum fajar.

 

Jawa Timur: Bumi dengan Banyak Wujud Ujian

Jawa Timur adalah provinsi yang luas, dengan dataran tinggi yang bernafas lewat kawah, dan pesisir panjang yang rentan dipukul badai. Dengan 514 kecamatan, tidak ada bulan tanpa kabar bencana. Dari banjir di utara, tanah longsor di selatan, angin puting beliung di barat, hingga abu vulkanik yang bisa berembus kapan saja dari gunung-gunung besar.

 

Maka, ketika beberapa bencana datang bersamaan, Pusdalops berubah menjadi ruang komando yang berdenyut cepat. Logistik disiapkan, personel dimobilisasi, posko diaktifkan, dan koordinasi lintas instansi ditarik menjadi garis komando yang tidak boleh putus.

 

Di sinilah kerja BPBD Jatim, TNI/Polri, relawan, hingga komunitas desa menjadi satu tarikan napas yang sama: menyelamatkan sebanyak mungkin.

 

Kunjungan yang Menyalakan Semangat Para Penjaga Malam

Bagi sebagian orang, kunjungan pimpinan daerah mungkin tampak seperti agenda rutin. Tetapi bagi para petugas di ruangan itu—yang terkadang makan tidak tepat waktu, tidur hanya serpihan-serpihan, dan bekerja dengan tekanan yang menyatu dengan pikiran—kehadiran Wagub Emil dan Sekdaprov Adhy adalah pengakuan bahwa mereka dilihat. Bahwa kerja mereka berarti. Bahwa mereka bukan sekadar operator di balik layar.

 

Dalam dunia kebencanaan, semangat adalah logistik yang tak tertulis tetapi sangat menentukan.

 

Menjaga Jawa Timur Lewat Malam-Malam yang Tidak Berhenti

Bencana akan selalu datang dengan cara yang berbeda. Tetapi dari malam-malam panjang di Pusdalops itulah muncul satu janji yang tidak pernah berubah:

 

Jawa Timur tidak akan dibiarkan berjalan sendirian.

BPBD Jatim memastikan dirinya selalu menjadi garda terdepan—memperkuat kesiapsiagaan, memastikan koordinasi, menjaga logistik bergerak, mengerahkan alat berat, dan di atas semua itu: menjaga kehidupan.

 

Sebab tugas mereka bukan hanya memonitor bencana. Tugas mereka adalah memastikan masyarakat dapat tidur lebih tenang, sementara mereka tetap terjaga. (int)