FKPT Jatim Soroti Radikalisme Mahasiswa, Dorong Pendidikan Inklusif

pendidikan | 25 April 2025 15:57

FKPT Jatim Soroti Radikalisme Mahasiswa, Dorong Pendidikan Inklusif
FKPT Jatim Soroti Radikalisme Mahasiswa, Dorong Pendidikan Inklusif (dok jatimnu)

SURABAYA, PustakaJC.co - Temuan dari sejumlah survei mengindikasikan adanya tren mengkhawatirkan terkait radikalisme di kalangan muda. Survei Alvara mencatat bahwa 23 persen mahasiswa menyatakan setuju dengan jihad untuk mendirikan khilafah, sementara 18 persen menilai sistem khilafah lebih ideal dibandingkan dengan bentuk negara NKRI.

 

Data serupa juga diungkap oleh Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Jakarta pada 2018, yang menunjukkan 58,5 persen mahasiswa dan 46,09 persen dosen serta guru mendukung khilafah sebagai sistem pemerintahan alternatif menggantikan NKRI.

 

Menanggapi kondisi tersebut, Ketua Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Jawa Timur, Prof. Dr. Husniyatus Salamah Zainiyati, M.Ag., menekankan pentingnya membangun pemahaman keagamaan yang inklusif dan pluralis di lembaga pendidikan. Pernyataan ini disampaikan dalam International Seminar bertajuk "Reinterpreting Islam: Addressing Misinterpretations and Reviving Authentic Practices” yang digelar oleh Fakultas Tarbiyah dan Keguruan (FTK) UIN Sunan Ampel Surabaya, Kamis (24/04/2025).

 

Prof. Titik, sapaan akrabnya, menjelaskan bahwa lembaga pendidikan merupakan benteng utama dalam menghadang penyebaran paham radikal berbasis penafsiran keagamaan yang menyimpang. Ia menegaskan perlunya strategi sistematis dan terencana, mulai dari ruang kelas hingga kebijakan kelembagaan, untuk membentuk keberagamaan yang moderat.

 

Ia memaparkan empat strategi utama yang dapat diterapkan di institusi pendidikan. Pertama, kontra-ideologi, yakni penyediaan narasi tandingan terhadap ideologi kekerasan yang kerap memanfaatkan ayat-ayat suci secara keliru. Pengetahuan agama yang benar dan kontekstual menjadi tameng utama untuk menangkal paham radikal.

 

Kedua, penguatan nilai-nilai demokratis. Sistem pendidikan harus membuka ruang partisipasi dan berpikir kritis agar siswa terbiasa menghargai perbedaan pendapat. Ketiga, penguatan budaya dialog dan musyawarah, sebagai upaya membangun toleransi antar dan intraumat beragama.

 

Strategi keempat adalah pengembangan bahan ajar yang mengedepankan nilai-nilai Islam universal seperti keadilan, kasih sayang, dan kemanusiaan. Materi pembelajaran agama perlu disusun secara inklusif, bukan eksklusif.

 

Dalam penutupnya, Prof. Titik menekankan bahwa upaya deradikalisasi tafsir Al-Qur’an menjadi langkah krusial untuk meluruskan pemahaman keliru tentang jihad, kafir, dan khilafah.

 

 “Pendidikan Islam yang moderat dan ramah terhadap perbedaan sangat dibutuhkan untuk menciptakan masyarakat yang damai dan toleran,” ujarnya.

 

Seminar internasional ini turut menghadirkan pembicara dari Malaysia, yakni Prof. Madya Dr. Anas bin Mohd Yunus dan Prof. Madya Dr. Mohd Syafiee bin Hamzah dari Universiti Sultan Zainal Abidin (UnisZA). (nov)