Mengapa Gaji Guru Honorer di Indonesia Kecil?

pendidikan | 25 Mei 2025 06:03

Mengapa Gaji Guru Honorer di Indonesia Kecil?
dok warta guru

SURABAYA, PustakaJC.co - Mengapa gaji guru honorer kecil? Pertanyaan ini sering kali muncul setiap pemberitaan mengenai rendahnya pendapatan guru di berbagai daerah naik di berita. Dengan dedikasi dan perjuangan mereka yang tinggi, rasanya tidak etis jika tidak diimbangi dengan penghargaan finansial yang layak.

Di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur, seorang guru bernama Vinsensia Ervina Talluma rela berjalan kaki sejauh enam kilometer demi bisa mengajar murid-muridnya. Dengan gaji Rp300.000 per bulan, ia adalah salah satu dari ribuan guru honorer yang tetap mengabdi, meski jauh dari kata sejahtera.

Guru honorer adalah tenaga pendidik berstatus non-PNS (Pegawai Negeri Sipil). Mereka biasanya diangkat oleh kepala sekolah atau pejabat berwenang untuk mengisi kekosongan tenaga pengajar, baik di sekolah negeri maupun swasta.

Keberadaan guru honorer muncul karena adanya kebutuhan mendesak akan tenaga pengajar, khususnya wilayah terpecil. Namun, meski beban kerja mereka hampir setara dengan guru PNS, status kepegawaian yang berbeda membuat kesejahteraan mereka jauh tertinggal.

Ada beberapa faktor utama membuat gaji guru honorer di Indonesia masih tergolong rendah, bahkan di bawah upah minimum regional (UMR).

1. Status Kepegawaian Tidak Tetap

Guru honorer berstatus kontrak dan tidak terikat dengan skema penggajian serta tunjangan resmi pemerintah. Mereka tidak memiliki kepastian kerja.

2. Sumber Gaji yang Tidak Tetap

Gaji guru honorer sering kali berasal dari dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah), sumbangan komite sekolah, atau sumber non-APBN lainnya. Artinya, besarannya sangat bergantung pada kemampuan keuangan sekolah atau daerah masing-masing.

3. Tidak Ada Tunjangan Tambahan

Berbeda dengan guru PNS yang memperoleh tunjangan sertifikasi, pensiun, dan BPJS, guru honorer tidak mendapatkan fasilitas tersebut. Hal ini membuat penghasilan mereka jauh lebih rendah.

4. Ketiadaan Regulasi Nasional

Hingga kini, belum ada standar gaji guru honorer yang ditetapkan. Setiap daerah mengatur sendiri besaran gaji sesuai dengan kemampuan anggaran mereka, yang menyebabkan terjadi ketimpangan antarwilayah.

Sebagai perbandingan, menurut data CNBC Indonesia, guru PNS pada tahun 2025 bisa menerima gaji pokok sekitar Rp3-6 juta per bulan (belum termasuk tunjangan), sementara guru honorer di beberapa daerah hanya menerima Rp150.000 hingga Rp500.000 per bulan.

Akibat gaji rendah, banyak guru honorer yang harus mengambil pekerjaan sampingan Mulai dari ojek online, berdagang, hingga menjadi guru privat atau les mereka lakukan untuk mencukupi kebutuhan hidup. Hal tersebut tentu berdampak pada fokus dan stamina mereka dalam mengajar.

Kesejahteraan yang minim juga berpotensi menurunkan motivasi kerja, yang dapat memengaruhi kualitias pembelajaran yang diterima siswa. Guru yang bekerja dalam tekanan ekonomi tinggi berisiko mengalami stres dan kelelahan yang berdampak pada performa mereka di kelas.

Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah telah mulai mengambil langkah-langkah untuk memperbaiki kondisi ini. Salah satunya adalah program Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), yang memberikan kesempatan untuk guru honorer memperoleh status kepegawaian tetap dan penghasilan lebih baik.

Selain itu, pada peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2025, Presiden Prabowo Subianto meluncurkan Program Hasil Terbaik Cepat (PTHS). Salah satu komponennya adalah pemberian tunjangan sebesar Rp300.000 per bulan bagi guru honorer yang belum tersertifikasi.

Program ini ditargetkan menyasar sekitar 310.000 guru honorer di seluruh Indonesia. Prioritasnya ialah mereka yang belum pernah menerima bantuan dari kementerian lain.

Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, menyatakan bahwa bantuan ini merupakan bentuk nyata perhatian pemerintah terhadap kesejahteraan guru honorer sebagai garda terdepan pendidikan.

Dikutip dari BKN, untuk kriteria penerima menurut Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), Suharti, dilakukan pendataan secara bertahap, yaitu:

Menggunakan Data Pokok Pendidikan (Dapodik).

Memastikan penerima adalah guru honorer yang belum tersertifikasi.

Memverifikasi data melalui Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) yang dikelola Badan Pusat Statistik (BPS).

Memastikan keabsahan Nomor Induk Kependudukan (NIK).

Melihat status bantuan sosial dari Kementerian Sosial (Kemensos) berdasarkan desil ekonomi (Desil 1–10).

Gaji kecil yang diterima guru honorer bukan sekadar soal anggaran, tetapi juga menyangkut sistem dan prioritas kebijakan. Sudah saatnya masyarakat dan pemerintah memberikan perhatian lebih kepada pendidik, baik mereka yang bertstatus tetap maupun kontrak.

Pendidikan yang baik dimulai dari guru yang sejahtera dan dihargai. Tanpa itu, sulit membayangkan masa depan cerah bagi generasi penerus bangsa. (int)