Sekolah Reyot di Koripan, Anak-Anak Tetap Gigih Menggapai Pendidikan

pendidikan | 01 Desember 2025 11:57

Sekolah Reyot di Koripan, Anak-Anak Tetap Gigih Menggapai Pendidikan
Kondisi proses belajar mengajar Madrasah Ibtidaiyah (MI) Silahul Muslimin Dusun Koripan, Desa Napis, Kecamatan Tambakrejo Bojonegoro. (dok bhirawa)

 

 

 

BOJONEGORO, PustakaJC.co - Di balik sunyinya gugusan Pegunungan Kendeng, anak-anak Dusun Koripan, Desa Napis, Kecamatan Tambakrejo, terus berjuang menuntut ilmu di bangunan sederhana yang mereka sebut sekolah.

 

Madrasah Ibtidaiyah (MI) Silahul Muslimin berdiri dari swadaya warga, lebih mirip rumah singgah ketimbang lembaga pendidikan. Dinding papan yang lapuk, lantai tanah, hingga sekat bilik seadanya menjadi saksi kegigihan puluhan siswa yang belajar di sana. Dilansir dari bhirawaonline.co.id, Senin, (1/12/2025).

 

“Karena jarak sekolah induk cukup jauh, masyarakat akhirnya berinisiatif mengadakan pembelajaran di sini,” ujar Imam, Kepala MI Silahul Muslimin, Jumat, (28/11/2025).

 

 

Koripan hanya bisa ditembus lewat jalan tanah berbatu yang rusak berat. Sebuah sungai tanpa jembatan menjadi hambatan utama. Saat hujan deras, sungai meluap dan memutus total akses anak-anak menuju sekolah.

 

“Kalau banjir, anak-anak tidak bisa berangkat. Itu sering sekali terjadi,” kata Imam.

 

 

 

 

Melihat kondisi itu, warga sepakat mendirikan sekolah sendiri. Tanah wakaf, sumbangan kayu, dan gotong royong tenaga menjadi fondasi berdirinya MI Silahul Muslimin.

 

Saat ini sekolah memiliki 51 siswa dan 4 guru yang juga merangkap tenaga administrasi. Karena ruang terbatas, sebagian belajar di bangunan baru yang juga dibangun swadaya, sebagian lagi menumpang di Madrasah Diniyah terpisah.

 

“Yang di bangunan baru ada 16 siswa. Kelas 3 ada 9 anak, kelas 2 ada 4, dan kelas 1 ada 3,” jelas Imam.

 

 

Meja kursi tak mencukupi. Beberapa anak berbagi, sementara lainnya belajar tanpa meja. Plafon tak ada, dinding berlubang, namun aktivitas belajar tetap berlangsung.

 

“Insyaallah kalau hujan masih aman. Harapannya fasilitas pendidikan di Koripan bisa ditingkatkan agar anak-anak belajar dengan nyaman,” tambahnya.

 

Bojonegoro dikenal sebagai daerah kaya minyak dan gas. Namun di dusun pinggiran seperti Koripan, kualitas pendidikan masih jauh dari layak.

 

 

 

Desa Napis memiliki enam lembaga pendidikan dasar, tetapi jarak antar dusun yang terpencar dan kondisi geografis ekstrem membuat sebagian warga tetap terisolasi.

 

Di ruangan kecil berlantai tanah itu, anak-anak tetap menulis, membaca, dan menjawab pertanyaan guru dengan penuh antusias. Bagi mereka, dinding rapuh bukanlah alasan untuk berhenti bermimpi.

 

“Yang penting anak-anak tetap bisa belajar. Kami hanya ingin mereka punya kesempatan yang sama seperti anak-anak lainnya,” tegas Imam.

 

Di tengah segala keterbatasannya, MI Silahul Muslimin menjadi simbol keteguhan warga Koripan dalam memperjuangkan hak pendidikan bagi anak-anaknya—meski jauh dari gemerlap fasilitas kota. (ivan)