Namun, beliau tidak mundur. Dengan penuh keberanian, beliau mendirikan madrasah dengan kurikulum yang tidak hanya berisi ilmu agama, tetapi juga ilmu umum, seperti matematika, sejarah, dan bahasa asing.
Reaksi Aguk dalam buku ini begitu terasa. Dalam salah satu bagian, ia menuliskan dengan penuh emosi:
“Bayangkan! Seorang ulama muda, di tengah gelombang kiai-kiai konservatif yang menolak perubahan, berdiri tegak dan berkata: ‘Kita harus berubah, atau kita akan tertinggal!’ Ini bukan sekadar reformasi, ini adalah revolusi pemikiran!”
Bagaimana mungkin seorang pemuda berusia 27 tahun mampu mengubah wajah pendidikan pesantren? Bagaimana mungkin seorang santri yang besar dalam lingkungan tradisional justru menjadi pelopor pendidikan modern?
Jawabannya ada pada keberanian beliau dalam berpikir dan bertindak.Ketika akhirnya beliau dipercaya untuk memimpin Kementerian Agama, beliau tidak menyia-nyiakan kesempatan itu.