KH Abi Sudjak

Wali dari Asta Tinggi yang Membidani Lahirnya NU Sumenep

tokoh | 26 April 2025 22:20

Wali dari Asta Tinggi yang Membidani Lahirnya NU Sumenep
KH Abi Sudjak, pengasuh Pondok Pesantren Asta Tinggi Banasokon, Sumenep. (dok laduni.id)

 

SUMENEP, PustakaJC.co - KH Abi Sudjak bukan sekadar pendiri Nahdlatul Ulama (NU) Sumenep. Sosok karismatik ini adalah murid langsung Syaikhona Kholil Bangkalan, pejuang kemerdekaan, dan pencetak ulama besar dari Madura hingga Jawa Timur.

 

Sebelum nama KH Abi Sudjak dikenal luas, sejarah mencatat KH Muhammad Ilyas Syarqawi lebih dulu menerima mandat dari Rais Akbar PBNU Hadratussyekh KH M. Hasyim Asy’ari untuk memimpin NU di tingkat cabang. Namun, setelah tiga bulan, kepemimpinan itu diserahkan kepada KH Abi Sudjak, pengasuh Pondok Pesantren Asta Tinggi Banasokon, Sumenep. Dilansir dari laman nu.or.id, Sabtu, (26/4/2025).

 

Kedekatan KH Abi Sudjak dengan pusat kota menjadi alasan kuat. Sementara Guluk-Guluk, tempat tinggal KH Ilyas, berjarak 23 km dari Kota Sumenep.

KH Abi Sudjak lahir pada 1885 dari pasangan KH Djamaluddin dan Nyai Hj Siti Shalehah. Nasabnya bersambung kepada Sunan Giri dari jalur ayah dan Sayyid Abdul Karim (Bhuju’ Bhalang) dari jalur ibu. Ia menikah dengan Nyai Hj Siti Fatimah binti KH Zainal Arifin, dikaruniai beberapa putra-putri, di antaranya KH Moh Munir, yang dikenal sebagai aktivis NU dan politisi nasional.

 

Cucu menantunya, KHR Suharto Winata, menceritakan bahwa masa kecil KH Abi Sudjak dihabiskan menimba ilmu di Asta Tinggi dan Pesantren Loteng Kota. Guru besarnya bahkan menulis di dinding pesantren: “Abi Sudjak Wali” menggunakan arang singkong bakar, pertanda keistimewaan beliau.

 

Perjalanan spiritual KH Abi Sudjak berlanjut ke Bangkalan di bawah asuhan Syaikhona Kholil. Ia bahkan menemani gurunya berhaji ke Tanah Suci tanpa bekal, mengabdikan diri penuh. Di Makkah, beliau menerima gelar "Syekh" dari Syekh Malik, yang mengatakan:

 

Wahai Kiai Kholil, khadim kamu (Kiai Abi Sudjak) adalah Syekh.”

Setelah pulang, KH Abi Sudjak mendapat restu dari PBNU untuk menggelorakan dakwah Islam Ahlussunnah wal Jamaah An-Nahdliyah. Ia menggerakkan dakwah di pesisir dan pedalaman Sumenep, membaur dengan budaya lokal seperti Petik Laut dan Nyadar, hingga kegiatan shalawat dan Sarwah di Kebonagung.

 

Nama KH Abi Sudjak juga harum di bidang literasi. Ia menulis kitab Sirajul Bayan li Nawaziliz Zaman, membahas akidah, syariat, dan muamalah dengan metode tanya-jawab berbasis dalil naqli dan aqli. Kitab ini dicetak NU Surabaya pada 1187 H dan hingga kini diajarkan di Pesantren Asta Tinggi oleh KH Hafidzi Syarbini.

 

Di bidang perjuangan, KH Abi Sudjak terlibat aktif dalam Laskar Sabillah. Pesantrennya menjadi markas pejuang kemerdekaan, tempat santri dilatih ilmu bela diri dan ketahanan diri. Ia juga dikenal mengijazahi laskar agar kebal senjata.

Pada tahun 1948, KH Abi Sudjak wafat dalam usia 63 tahun dan dimakamkan di Pesantren Asta Tinggi Kebonagung, meninggalkan warisan perjuangan agama dan bangsa yang terus dikenang.

 

KH Abi Sudjak bukan hanya muassis NU Sumenep, tapi juga simbol perjuangan santri, alim ulama, dan nasionalisme sejati. Namanya tetap harum sebagai cahaya Ahlussunnah wal Jamaah di Madura dan Nusantara. (ivan)