JOMBANG, PustakaJC.co - Pada tahun 1953, KH Moh Ashiem Ilyas menciptakan lambang yang kini menjadi simbol Pesantren Tebuireng. Lambang tersebut lebih dari sekadar desain, karena di dalamnya terkandung nilai-nilai perjuangan, keteguhan, dan semangat juang yang terus menginspirasi santri dan alumni Tebuireng.
Pesantren Tebuireng, salah satu pusat peradaban Islam di Indonesia, tak hanya dikenal melalui kontribusi para alumni, tetapi juga lewat lambang yang menjadi simbol identitas perjuangan. Lambang ini diciptakan oleh KH Moh Ashiem bin Muhammad Ilyas pada tahun 1953, tanpa adanya perintah resmi dari pesantren. Kiai Ashiem yang dikenal dengan bakat menggambarnya, merancang lambang tersebut menggunakan bolpoin berlogo angsa. Dilansir dari nu.or.id, Kamis, (1/5/2025).
Lambang tersebut terdiri dari lima komponen utama yang masing-masing mengandung filosofi mendalam:
1. Bingkai segi tiga melambangkan Al-Tsabat (teguh dan kokoh),
2. Garis vertikal yang menggambarkan Al-Istiqamah (konsistensi),
3. Bintang yang berarti Al-Himmah (semangat juang),
4. Dua sayap yang melambangkan Al-Nasyath wa Al-Tayaquzh (semangat kebangkitan),
5. Lingkaran yang menunjukkan netralitas politik, menegaskan bahwa pesantren Tebuireng bebas dari campur tangan politik luar.
Nyai Hj Fathimah Al-Batoul, putri sulung Kiai Ashiem, menjelaskan bahwa sang ayah menciptakan lambang setelah memenangkan sayembara yang diadakan oleh perusahaan Susu Cap Nona. Dari hadiah yang diterimanya, Kiai Ashiem kemudian berangkat ke Surabaya, membeli bolpoin dan mulai menggambar lambang tersebut.
Lambang yang diciptakan oleh Kiai Ashiem ini lebih dari sekadar simbol visual. Setiap elemen lambang menggambarkan prinsip hidup yang diwariskan kepada para santri Tebuireng. Filosofi yang terkandung dalam lambang ini terus menginspirasi generasi penerus untuk teguh dalam prinsip, konsisten dalam perjuangan, dan penuh semangat dalam meraih cita-cita. (ivan)