Sayuti Melik

Wartawan Pejuang di Balik Ketikan Proklamasi

tokoh | 20 Agustus 2025 06:05

Wartawan Pejuang di Balik Ketikan Proklamasi
Sayuti Melik sang pengetik naskah teks Proklamasi Kemerdekaan RI nyaris dieksekusi kaum Nasionalis di Jawa Tengah. (dok inews)

SURABAYA, PustakaJC.co - Tak semua pahlawan berdiri di panggung utama. Di balik teks Proklamasi 17 Agustus 1945, ada tangan seorang wartawan-pejuang bernama Sayuti Melik. Lelaki asal Sleman ini bukan sekadar “tukang ketik”, tapi sosok yang hidupnya penuh pengorbanan demi kemerdekaan.

 

Mohammad Ibnu Sayuti atau lebih dikenal dengan nama Sayuti Melik, lahir di Sleman pada 1908. Namanya melekat dalam sejarah Indonesia sebagai pengetik naskah Proklamasi yang ditulis Sukarno dan Hatta. Namun perannya jauh lebih besar dari sekadar mengetik.

 

Sejak muda, Sayuti aktif dalam pergerakan buruh. Usianya baru 15 tahun saat ikut menyebar pamflet protes pemangkasan gaji buruh di Solo. Ia sempat berhadapan dengan polisi, tapi tak ditangkap karena dianggap masih anak-anak. “Saya mendongkol (karena tidak ditangkap polisi). Saya sudah merasa jadi pimpinan, kok Cuma dipanggil gus (cah bagus: anak kecil laki-laki) saja,” kenangnya dalam wawancara dengan Majalah Minggu Pagi tahun 1951, dikutip Historia.id.

Karier perjuangannya penuh resiko. Ia berkali-kali ditangkap dan dipenjara kolonial Belanda. Tahun 1924, ia dijebloskan ke penjara Ambarawa karena dituduh menghasut rakyat. Dua tahun kemudian, ia diasingkan ke Boven Digul, Papua hingga 1933. Bahkan saat berada di Singapura pada 1936, tulisannya yang memprovokasi mogok kerja membuatnya ditangkap otoritas Inggris.

 

Di masa pendudukan Jepang, Sayuti kembali ditahan dengan vonis 3 tahun. Setelah kemerdekaan, ia tetap kritis terhadap pemerintah, bahkan sempat dituduh terlibat kudeta Kabinet Sutan Sjahrir II dan ditangkap. Saat Agresi Militer Belanda I, ia sempat melarikan diri dari penjara, namun justru pulang ke rumahnya di Sleman. Polisi pun kembali menangkapnya. “Baik, saya teruskan mandi dulu,” ucapnya santai saat dijemput aparat.

 

Peran pentingnya dalam Proklamasi tidak bisa dilupakan. Dialah yang melakukan revisi teks tulisan tangan Sukarno. Ia mengubah kata “tempoh” menjadi “tempo”, memperbaiki penulisan tanggal menjadi “hari 17 boelan 8 tahoen 05”, serta mengubah kalimat akhir dari “wakil-wakil bangsa Indonesia” menjadi “Atas nama bangsa Indonesia”.

Kisah Sayuti Melik mengingatkan kita bahwa kemerdekaan Indonesia tidak hanya lahir dari orasi para pemimpin besar, tetapi juga dari kerja keras orang-orang di balik layar. Dari jemari kecil seorang wartawan, lahirlah naskah sakral yang mengubah nasib bangsa. (ivan)