Abdul Hamid

Anak Buruh Tani yang Kini Jadi Profesor Riset BRIN dan BRIDA Jatim

tokoh | 08 November 2025 09:39

Anak Buruh Tani yang Kini Jadi Profesor Riset BRIN dan BRIDA Jatim
Prof. Abdul Hamid. (dok bhirawa)

SURABAYA, PustakaJC.co — Perjalanan hidup Prof. Abdul Hamid adalah bukti nyata bahwa kemiskinan bukan penghalang untuk meraih kesuksesan. Lahir di Kampung Muara Aman, Bengkulu, dari keluarga buruh tani sederhana, ia meniti langkah dari bawah hingga mencapai jabatan tertinggi dalam dunia penelitian sebagai Profesor Riset di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA) Jawa Timur.

 

 

Sejak kecil Hamid sudah akrab dengan kerja keras. Di sela sekolah, ia berjualan es lilin dan kerupuk demi membantu orang tua. Dari hasil jualannya, ia membeli buku dan seragam sekolah. “Ketika dagangan tidak laku dan es mencair, saya menangis,” kenangnya dalam autobiografinya Cinta Orangtua: Jembatan Sukses dalam Kehidupan. Dilansir dari bhirawaonline.co.id, Sabtu, (8/11/2025).

 

Meski hidup pas-pasan, semangat belajar Hamid tidak pernah padam. Sang ayah menanamkan nilai bahwa pendidikan adalah satu-satunya jalan untuk mengubah nasib. Pesan sederhana itu menjadi pegangan hidupnya hingga dewasa.

 

 

 

Karier Hamid dimulai saat ia menjadi penyuluh kehutanan pada 1980. Dari penghasilan kecil, ia bertekad melanjutkan kuliah dan berhasil menempuh pendidikan di Universitas Bengkulu, hingga akhirnya meraih gelar Insinyur Pertanian pada 1986. Setelah menjadi PNS di Dinas Kehutanan, kariernya menanjak hingga menduduki jabatan Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Kediri dan Asisten Gubernur Jawa Timur.

 

Namun di puncak jabatan struktural, Hamid justru memilih jalur fungsional sebagai peneliti. Ia melanjutkan studi magister di Universitas Gadjah Mada (UGM) dan doktor di Universitas Brawijaya (UB). Tahun 2002, ia resmi menyandang gelar Doktor Ilmu Pertanian.

 

“Saya lebih nyaman meneliti daripada mengurus anggaran besar. Saya ingin hidup dengan ilmu, bukan kekuasaan,” tuturnya.

 

 

[halamam]

 

Selama dua dekade menjadi peneliti, Hamid telah menulis lebih dari 14 artikel ilmiah internasional dan sejumlah buku yang membahas lingkungan, inovasi publik, dan pembangunan berkelanjutan. Ia dikenal berintegritas tinggi dan konsisten pada nilai kejujuran.

 

Ketika sempat dituduh memperoleh jabatan secara tidak etis, ia menegaskan integritasnya lewat sumpah terbuka.

 

“Kalau saya menyuap untuk jabatan ini, tujuh turunan saya tidak akan selamat,” ujarnya tegas.

 

 

 

Tahun 2024 menjadi momen bersejarah. Abdul Hamid resmi dikukuhkan sebagai Peneliti Utama bergelar Profesor Riset melalui SK Presiden Republik Indonesia. Gelar bergengsi ini hanya diberikan kepada ilmuwan yang memiliki kontribusi besar bagi ilmu pengetahuan dan inovasi nasional.

 

Kini, di usia 65 tahun, Prof. Hamid masih aktif membimbing peneliti muda dan mengembangkan riset lingkungan di BRIN dan BRIDA Jatim. Masa tugasnya bahkan diperpanjang hingga usia 70 tahun.

 

“Kesuksesan saya bukan hasil kerja keras semata, tapi doa ayah dan ibu yang tak pernah putus,” ungkapnya.

 

Bagi Hamid, kemiskinan bukan aib, melainkan sumber kekuatan. Ia berharap kisah hidupnya dapat menjadi inspirasi bagi generasi muda agar tidak menyerah pada keadaan.

 

“Saya lahir dari keluarga miskin, tapi saya tidak mau mati dalam kemiskinan ilmu,” tulisnya menutup kisah hidupnya. (ivan)