YOGYAKARTA, PustakaJC.co - Dengan mengusung semangat perubahan, Nawaning Nusantara menggelar workshop bertajuk Penggerak Pesantren Bebas Kekerasan Seksual di Yogyakarta. Kegiatan ini dihadiri 41 pemimpin muda perempuan pesantren dari berbagai daerah, menyuarakan perlawanan terhadap kekerasan seksual di lingkungan pendidikan berbasis agama.
Sebagai bentuk kepedulian terhadap tingginya angka kekerasan seksual (KS) di lingkungan pesantren, Nawaning Nusantara menginisiasi workshop dua hari bertema Penggerak Pesantren Bebas Kekerasan Seksual pada 9-10 Juli 2025 di Yogyakarta. Dilansir dari nu.or.id, Senin, (14/7/2025).
Workshop ini dihadiri oleh 41 peserta yang berasal dari Sumatra, Jawa, Madura, hingga Lombok. Mereka merupakan para nawaning—pemimpin muda perempuan pesantren—yang siap membawa perubahan nyata.
“Workshop ini diadakan untuk merespon situasi agar kita sebagai pengampu pesantren berbenah karena maraknya kasus kekerasan seksual di pesantren,” kata Nabilah Munsyarihah, Ketua Panitia.
Kegiatan ini menghadirkan dua tokoh penting sebagai fasilitator dan narasumber, yakni Hj Alissa Qotrunnada Wahid, psikolog dan aktivis sosial, serta Maya Dina Rohmi Musfiroh, pendamping komunitas dan peneliti isu gender.
Peserta diajak menggali pengalaman nyata serta membedah pola-pola kekerasan seksual yang sering terjadi di pesantren. Tak hanya itu, mereka juga menyusun langkah preventif serta membayangkan dampak dalam jangka panjang jika gerakan ini dijalankan ataupun diabaikan.
“Kalau kita ingin mengubah situasi, tidak bisa hanya dengan pengetahuan. Tidak cukup hanya dengan bekerja keras, tetapi juga harus bekerja cerdas,” tegas Alissa Wahid dalam pemaparannya.
Analisis sosial yang mendalam dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab utama kasus KS, mulai dari minimnya kebijakan perlindungan santri, budaya pesantren yang belum mendukung keterbukaan, hingga absennya kurikulum pendidikan anti-kekerasan.
Lebih lanjut, workshop ini menekankan pentingnya menciptakan ruang psikososial yang aman agar para santri memiliki tempat untuk bercerita dan mendapat dukungan tanpa stigma.
Dengan tekad kuat, Nawaning Nusantara berharap gerakan ini menjadi awal dari ekosistem pesantren yang lebih aman, terbuka, dan bebas dari kekerasan seksual. Langkah kecil ini diyakini mampu menciptakan perubahan besar dalam melindungi generasi masa depan di lingkungan pesantren. (ivan)
 
                     
                                 
                                 
                                 
                                 
                                