Kebijakan Jam Pasar Buah Tanjung Sari Surabaya Dianggap Sudah Sesuai Perda

surabaya | 20 November 2025 05:47

Kebijakan Jam Pasar Buah Tanjung Sari Surabaya Dianggap Sudah Sesuai Perda
SESUAIKAN FUNGSI Pasar buah di persil 77 berada dalam peta peruntukan lahan untuk industri. (dok jawapos)

SURABAYA, PustakaJC.co – Langkah Pemkot Surabaya menerapkan pembatasan jam operasional pasar buah di Jalan Tanjung Sari mendapat dukungan dari pakar hukum dan kebijakan publik. Kebijakan itu dinilai selaras dengan Perda No. 1 Tahun 2023 dan menjadi bagian dari penataan komoditas pangan agar lebih terkendali.

 

Pakar Hukum Administrasi Negara Universitas Narotama Surabaya, Rusdianto Sesung, menjelaskan bahwa pengaturan jam operasional bukan hal baru. Sebelumnya, aturan serupa sudah muncul dalam Perda No. 1 Tahun 2015 Pasal 23. Penataan jam operasional, kata dia, tak hanya soal keamanan dan ketertiban, tetapi juga bertujuan menjaga stabilitas harga pangan. Dilansir dari jawapos.com, Kamis, (20/11/2025).

 

“Pasar dan swalayan sama-sama diatur jam bukanya supaya harga komoditas bisa lebih tertata dan terkendali,” jelas Rusdianto, Selasa, (18/11/2025).

 

 

Ia menegaskan bahwa perda sudah mengatur kategori pasar beserta batas waktu bukanya. Pasar induk dapat beroperasi 24 jam karena sistem grosir, sementara pasar rakyat kategori A–E wajib mengikuti pembatasan waktu. Langkah penataan ini dinilai penting agar perdagangan berjalan tertib tanpa persaingan harga yang merugikan pedagang maupun konsumen.

 

Rusdianto menilai sosialisasi yang dilakukan pemkot kepada pedagang Pasar Buah Tanjung Sari sudah tepat. Sosialisasi menjadi mandat peraturan agar masyarakat memahami aturan yang berlaku.

 

“Selama perda belum dicabut atau direvisi, maka aturan itu tetap berlaku,” tegasnya.

 

 

Ia juga menyoroti keberadaan pasar buah yang dinilai tidak sesuai dengan peruntukan kawasan dalam RTRW Surabaya. Lokasi tersebut ditetapkan sebagai kawasan industri, sehingga keberadaan pasar umum seharusnya bersifat terbatas dan hanya mendukung kebutuhan industri sekitar.

 

“Eksisting pasar saat ini tidak menunjang aktivitas pelaku industri di kawasan tersebut,” tambahnya.

 

Wakil Ketua Komisi B DPRD Surabaya, Mochammad Machmud, menyebut polemik ini muncul karena proses izin sejak awal tidak dikomunikasikan secara jelas. Terutama terkait kewajiban jam operasional sesuai Perda No. 1 Tahun 2023.

 

 

“Awalnya gudang diubah menjadi pasar, tetapi PBG-nya tidak dilanjutkan. Mereka sebenarnya paham bahwa kalau sudah ganti PBG harus mengikuti ketentuan buka jam 04.00–13.00,” kata Machmud.

 

Ia menduga pengelola sengaja menghentikan proses perizinan dari SKRK menuju PBG karena khawatir tetap diwajibkan tutup lebih awal meskipun sudah mengeluarkan biaya besar. Menurutnya, masalah semakin rumit karena sejak awal pengelola tidak diberi informasi lengkap mengenai aturan jam operasional.

 

“Faktanya, mereka memang tidak diberitahu soal kewajiban buka jam 04.00–13.00. Seharusnya itu dijelaskan sejak proses izin,” tegasnya. (ivan)