BLITAR, PustakaJC.co - Wayang kulit tak hanya menyajikan kisah klasik, tetapi juga menyampaikan pesan moral dan sosial yang relevan. Inilah yang tercermin dalam pertunjukan lakon Wahyu Ketenteraman di Kelurahan Pakunden, Kota Blitar sebuah bentuk sinergi antara DPRD dan Disbudpar Jatim dalam menjaga warisan budaya.
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Provinsi Jawa Timur bersama DPRD Provinsi Jawa Timur kembali menggelar pertunjukan wayang kulit, bertempat di lingkungan Kepatihan RT 02 RW 06 Kelurahan Pakunden, Kota Blitar. Pagelaran ini menampilkan lakon Wahyu Ketenteraman yang dibawakan oleh dalang Ki Minto Darsono dari Kabupaten Blitar. Dilansir dari jatimpos.co, Sabtu, (10/5/2025).
Meski hujan mengguyur sejak sore, antusiasme warga tak surut. Warga memadati area depan kediaman Bapak Peye untuk menikmati pertunjukan budaya yang semakin jarang digelar di tengah masyarakat urban. Acara ini juga diramaikan oleh penampilan Campursari Sekar Gadung, serta lawakan khas dari Cak Comet dan Cak Dodok.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Timur, Evy Afianasari, ST., M.M.A, melalui Kabid Kebudayaan Disbudpar Jatim, Dwi Supranto, SS., MM, menyampaikan bahwa kegiatan ini merupakan bagian dari upaya melestarikan seni tradisi sekaligus memperkuat nilai-nilai kebudayaan di tengah masyarakat.
“Wayang kulit adalah warisan budaya tak benda yang telah diakui UNESCO sejak tahun 2003. Melalui pertunjukan ini, kita tidak hanya melestarikan bentuk seni, tetapi juga nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya,” ujarnya.
Dalam sambutannya, Dwi juga menginformasikan bahwa Kabupaten Blitar memiliki sejumlah kekayaan budaya yang telah tercatat sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia (WBTBI), seperti Kentrung, Jamasan Pusaka Kyai Pradah, Reog Bulkiyo, Larung Sesaji Pantai Tambakrejo, Jaranan Trill, Siraman Kyai Bonto, dan Jaranan Jur Ngasinan.
Anggota Komisi D DPRD Provinsi Jawa Timur dari Fraksi PAN, Ir. H. Heri Romadhon, MM, menyampaikan bahwa kegiatan ini merupakan bentuk sinergi antara legislatif dan eksekutif dalam menghidupkan kembali seni tradisi di tengah tantangan modernisasi.
“Kita tidak ingin budaya hanya menjadi cerita masa lalu. Melalui kolaborasi ini, kami ingin menjadikan seni tradisional sebagai bagian dari solusi, baik untuk pendidikan karakter, ekonomi kreatif, maupun identitas daerah,” ujar Heri Romadhon.
Heri juga menambahkan bahwa kegiatan serupa akan terus dilakukan di berbagai kelurahan di Kota Blitar, termasuk pertunjukan jaranan dan campursari pada 17 dan 24 Mei 2025 sebagai bagian dari agenda bersih desa.
“Bersih desa bukan sekadar membersihkan lingkungan fisik, tapi juga menjadi momentum untuk membersihkan hati, menjalin kebersamaan, dan memperkuat semangat gotong royong,” tambah Anggota Komisi D DPRD fraksi PAN itu.
Lakon Wahyu Ketenteraman sendiri mengangkat tema perjuangan tokoh-tokoh muda dalam memperoleh wahyu sebagai simbol ketenteraman dan kedamaian masyarakat. Melalui perjuangan tokoh seperti Gatotkaca, Ontoseno, dan Ontorejo, lakon ini menggambarkan pentingnya semangat, kerja sama, dan integritas dalam mencapai tujuan bersama.
Pagelaran wayang kulit di Pakunden bukan sekadar hiburan, tetapi menjadi ruang refleksi nilai-nilai budaya, etika, dan spiritualitas yang kini makin dibutuhkan dalam kehidupan masyarakat. Disbudpar dan DPRD Jatim menunjukkan bahwa pelestarian budaya bisa berjalan seiring dengan pembangunan karakter bangsa. (ivan)