SURABAYA, PustakaJC.co - Anggota Komisi B DPRD Kota Surabaya, Baktiono, menyambut baik putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menegaskan kewajiban negara dalam membiayai pendidikan dasar selama sembilan tahun, termasuk bagi siswa sekolah swasta. Ia menilai, keputusan ini sejalan dengan semangat konstitusi dan menjadi penguat atas regulasi yang selama ini telah dijalankan di Surabaya.
Menurut Baktiono, kebijakan pembiayaan pendidikan secara menyeluruh sudah lebih dulu diterapkan di Surabaya melalui kerja sama lintas sektor dan penguatan aturan daerah. Bahkan, Surabaya disebutnya telah melangkah lebih jauh dengan memberikan dukungan biaya pendidikan hingga tingkat SMA sebelum kewenangannya beralih ke provinsi. Dilansir dari suarasurabaya.net, Sabtu, (31/5/2025).
“Keputusan Mahkamah Konstitusi itu penegasan kembali terhadap Pasal 31 ayat 1 dan 2 UUD 1945. Prinsipnya, negara wajib menjamin hak warga untuk memperoleh pendidikan,” ujar Baktiono. Jumat, (30/5/2025).
Menurutnya, semangat pendidikan gratis di Surabaya sudah berjalan sejak era Wali Kota Bambang Dwi Hartono dan diperkuat oleh Tri Rismaharini. Hal ini kemudian dituangkan dalam Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 16 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pendidikan.
“Saat Bu Risma menjabat, kami di DPRD menyusun Perda itu bersama. Pendidikan dasar hingga menengah digratiskan, bahkan sampai tingkat SMA sebelum kewenangannya dialihkan ke provinsi pada 2016,” jelasnya.
Meski pemerintah pusat sudah mengalokasikan Dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) untuk sekolah negeri dan swasta, Baktiono menyebut jumlah tersebut masih belum cukup untuk menutup seluruh kebutuhan operasional sekolah di Surabaya.
“Untuk SD hanya Rp65 ribu per siswa, SMP Rp120 ribu. Sementara sekolah di Surabaya sudah menggunakan AC, spidol khusus, dan memberikan insentif bagi guru. Maka kami tambahkan lewat BOPDA (Bantuan Operasional Pendidikan Daerah),” papar Baktiono.
BOPDA menjadi solusi tambahan dari Pemkot Surabaya untuk memastikan pendidikan tetap gratis dan berkualitas. Bantuan ini juga diberikan kepada sekolah swasta yang bersedia menjalin kerja sama formal dengan pemerintah kota.
“Kami berikan kepada sekolah-sekolah swasta yang mau menandatangani perjanjian. Dalam MOU itu, mereka harus berkomitmen menggratiskan atau setidaknya menurunkan biaya bagi siswa tidak mampu,” tambahnya.
Untuk menjangkau siswa dari keluarga kurang mampu, Pemkot Surabaya membuka jalur Mitra Warga dalam proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Kuotanya mencapai lima persen dari total daya tampung sekolah, baik negeri maupun swasta.
“Melalui jalur ini, seluruh kebutuhan siswa ditanggung pemerintah, termasuk seragam, sepatu, tas, hingga buku,” ujar Baktiono.
Langkah ini dinilai sejalan dengan semangat inklusivitas dan pemerataan akses pendidikan sebagaimana ditekankan dalam putusan MK.
Baktiono menambahkan, Pemkot Surabaya secara berkala melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap sekolah-sekolah penerima BOPDA. Tujuannya agar implementasi pendidikan gratis benar-benar dirasakan masyarakat, terutama yang berasal dari golongan ekonomi lemah.
“Ini bentuk komitmen kita bersama. Pendidikan adalah hak dasar warga negara. Kami ingin memastikan tidak ada anak Surabaya yang tertinggal hanya karena persoalan biaya,” tukas Anggota Komisi B DPRD Kota Surabaya.
Baktiono berharap langkah-langkah yang sudah dilakukan Pemkot Surabaya bisa menjadi contoh bagi pemerintah daerah lain di Indonesia. Ia menilai, putusan MK harus dijadikan momentum untuk memperkuat pelayanan pendidikan dasar yang inklusif, merata, dan berkeadilan sosial. (ivan)