SURABAYA, PustakaJC.co - Kisah spiritual Bung Karno saat berziarah ke makam Imam Al-Bukhari di Uzbekistan dihidupkan kembali dalam pentas teater kolaboratif di Balai Budaya Surabaya, Jumat, (27/6/2025). Pertunjukan bertajuk Imam Al-Bukhari dan Soekarno ini menjadi pengingat bahwa perjuangan pemimpin besar tidak pernah lepas dari pijakan iman.
Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, menyebut pementasan ini sebagai napak tilas sejarah yang penting untuk generasi muda. Dilansir dari jatimpos.co, Sabtu, (28/6/2025).
“Ketika Uni Soviet mengundang Bung Karno, beliau tak langsung menerima. Ia lebih dulu minta diantar ke makam Imam Al-Bukhari. Itu bukan perjalanan fisik, tapi perjalanan batin,” tegas Eri, matanya tampak berkaca-kaca.
Menurut Eri, Surabaya adalah kawah candradimuka yang menempa Bung Karno muda, saat ia berguru pada HOS Tjokroaminoto.
“Bukan hanya api perjuangannya yang kita warisi, tapi juga nilai spiritualnya. Perjuangan tanpa spiritualitas adalah perjuangan yang kosong,” tambahnya.
Pentas berdurasi satu jam ini menggabungkan musik klasik Uzbekistan dan tembang nasional Indonesia. Zikir dan narasi sejarah mengalun selaras, memperkuat nuansa sakral saat Bung Karno digambarkan berdiri di makam Imam Al-Bukhari, air mata jatuh, dan bibirnya berbisik: “Perjuangan sejati harus berpijak pada iman.”
Aktor senior yang juga Wakil Gubernur DKI Jakarta, Rano Karno, ikut memerankan Bung Karno. Ia percaya perjalanan spiritual itu berakar dari perenungan Bung Karno selama pengasingan di Ende. “Pancasila bukan sekadar hasil pikir. Di dalamnya ada zikir, doa, dan firasat. Maka ia bukan teks, tapi jiwa,” ujar Rano penuh keyakinan.
Produser pentas, Restu Imansari Kusumaningrum, mengungkapkan bahwa pertunjukan ini dirancang dari riset selama empat tahun.
“Sejarah bukan milik masa lalu, tapi milik seluruh umat manusia. Bangsa tanpa ingatan akan kehilangan jati dirinya,” katanya.
Pertunjukan ini tak hanya menggugah, tapi juga menyatukan dua bangsa — Indonesia dan Uzbekistan — dalam benang merah spiritualitas. Kisah Bung Karno menolak protokol diplomatik demi mencari cahaya batin di Samarkand adalah pengingat bahwa kepemimpinan sejati berakar dari hati yang jernih dan iman yang kuat.
Pementasan Imam Al-Bukhari dan Soekarno adalah cermin bahwa sejarah tidak pernah mati. Ia hidup dalam panggung, dalam doa, dan dalam semangat yang diwariskan kepada generasi berikutnya. Dan Surabaya, sekali lagi, membuktikan dirinya sebagai kota pengobar api perjuangan dan spiritualitas bangsa. (ivan)