JAKARTA, PustakaJC.co - Wacana Presiden Prabowo Subianto yang akan menugaskan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka untuk menangani percepatan pembangunan Papua terus bergulir dan memantik beragam tanggapan.
Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, menyebut pemerintah tengah menyiapkan penugasan khusus bagi Gibran.
“Presiden akan memberikan penugasan khusus kepada Wapres untuk percepatan pembangunan Papua, bahkan mungkin ada juga kantornya Wakil Presiden untuk bekerja dari Papua,” ujar Yusril dalam acara Launching Laporan Tahunan Komnas HAM 2024, dikutip dari surabayapagi.com, Kamis, (10/7/2025).
Penugasan itu, lanjut Yusril, tidak semata pembangunan fisik, melainkan juga menyangkut masalah hak asasi manusia (HAM) di Tanah Papua. Ia menegaskan, “Tugas ini nantinya akan dituangkan dalam Keputusan Presiden (Keppres).”
Namun berbeda dengan Yusril, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menilai bahwa konsep Wakil Presiden berkantor di Papua tidak sesuai dengan skema yang diatur dalam Undang-Undang Otonomi Khusus (Otsus) Papua. Menurutnya, tugas operasional akan dijalankan oleh Badan Khusus Percepatan Pembangunan Papua (BKP3) yang nantinya akan dipimpin oleh pejabat eksekutif di daerah.
“Setahu saya tidak [berkantor]. Yang sehari-hari di Papua itu badan eksekutif yang ditunjuk Presiden. Sudah disiapkan gedungnya di Jayapura,” ujar Tito di Kompleks Parlemen, Selasa, (8/7/2025).
Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menambahkan bahwa posisi Wakil Presiden dalam percepatan pembangunan Papua sudah sesuai dengan Undang-Undang Otsus.
“Secara eksplisit disebutkan percepatan pembangunan Papua itu dikoordinatori oleh Wakil Presiden,” ungkap Prasetyo.
Di tengah polemik tersebut, dukungan datang dari kalangan legislatif. Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PDIP, Deddy Yevry Sitorus, menyebut penugasan ini tepat. “Itu keputusan yang benar. Mudah-mudahan dia lama di sana, jangan Cuma datang-pergi,” ujarnya, Rabu, (8/7/2025).
Deddy menyebut Papua memiliki tantangan besar, mulai dari persoalan pertambangan, keamanan, hingga food estate yang luasnya mencapai jutaan hektare. “Itu kerjaan besar. Nggak bisa hanya sambil lalu. Nggak mungkin Presiden ngawasin sendirian,” tegasnya.
Senada, Kepala Sekretariat Komnas HAM Papua Frits Ramandey menilai bahwa penugasan terhadap Wapres bukan hal baru. Ia menyarankan Gibran untuk mengevaluasi capaian BP3OKP (Badan Pengarah Percepatan Pembangunan Otsus Papua) yang telah ada.
“Tugas ini sifatnya lanjutan. Sekarang yang paling penting Pak Wapres harus mengevaluasi capaian tim BP3OKP,” kata Frits.
Ia juga menyarankan agar Gibran membentuk tim ahli dari kalangan pakar, agar langkah kebijakan yang diambil benar-benar berdampak dan sesuai kebutuhan masyarakat Papua.
Meski pro-kontra mengiringi, penugasan Wakil Presiden Gibran di Papua dipandang sebagai langkah strategis untuk memperkuat koordinasi pusat-daerah. Harapannya, pendekatan baru ini mampu menjawab berbagai tantangan pembangunan dan HAM di Bumi Cenderawasih secara lebih efektif, manusiawi, dan berkelanjutan. (ivan)