“Untuk mendapatkan lisensi dari perusahaan Jepang, selain rekomendasi dari Menteri Perekonomian, rekomendasi dari Soedjono Hoemardani sangat penting. Sebab, pada tahap seleksi awal, Jepang lebih percaya kepada Soedjono yang dianggap sebagai utusan langsung presiden,” tulis Teguh Pambudi dalam Man of Honor: Kehidupan, Semangat, dan Kearifan dan Kearifan William Soeryadjaya yang diwartakan Tirto.
Pada pertengahan Juni 1968, karena banyak kritik atas aktivitas bisnis dari Spri, Soeharto kemudian membubarkannya dan menggantikannya dengan nama Asisten Pribadi (Aspri), nama Soedjono masih berada di dalamnya.
Hubungan Alamsyah dan Soedjono juga mulai tidak baik semenjak kegagalan pemerintah Indonesia mendapatkan bantuan dari pemerintah Jepang. Alamsyah saat itu mendapat kritik, sedangkan Soedjono selamat.
“Karena kesal, Alamsyah menuding bahwa Soedjono bukan orang yang pintar, tetapi hanyalah seorang dukun,” tulis Michael.