Muhammad Munawwir bin K.H. Abdullah Rosyad bin K.H. Hasan Beshari

Putra Ajudan Pangeran Diponegoro Pendiri Pondok Krapyak Yogyakarta

tokoh | 14 Mei 2025 06:38

Putra Ajudan Pangeran Diponegoro Pendiri Pondok Krapyak Yogyakarta
Dok pesantren.id

Setelah 16 tahun di sana, ia kemudian berpindah melanjutkan rihlah ilmiahnya ke kota Madinah Al-Munawwarah. Di kota suci itu, ia banyak belajar berbagai disiplin ilmu keislaman, seperti tauhid, fikih, serta cabang-cabang dan ilmu-ilmu lainnya kepada para masyaikh. Di antara masyaikh tersebut adalah Syekh Abdullah Sanqara, Syekh Syarbini, Syekh Muqri, Syekh Ibrahim Huzaimi, Syekh Manshur, Syekh Abd Syakur, dan Syekh Musthafa.

Alkisah, diceritakan pernah suatu ketika dalam perjalanan Mbah Munawwir dari Makkah menuju Madinah, ia bertemu dengan orang tua yang tak dikenalnya, lalu mengajaknya berjabat tangan. Ketika itu, ia minta doa agar menjadi seorang yang benar-benar hafiz Alquran. Lalu dijawab orang itu: ”Insya Allah”. Menurut muridnya, K.H. Arwani Amin, orang tua tersebut ialah Nabiyallah Khidir a.s. (Al-Albaa’ Anjuma, Testimoni para Penghafal Alquran, hal. 190).

Punya Metode Tersendiri

Dalam upaya supaya hafalannya tetap terjaga di Makkah, K.H. Munawwir punya mode tersendiri. Metode tersebut terdiri dari tiga tahapan sebagai berikut; 1) Pada tiga tahun pertama, ia mengkhatamkan sekali Alquran selama tujuh hari tujuh malam; 2) Tiga tahun selanjutnya, ia mengkhatamkan Alquran dalam waktu tiga hari tiga malam; 3) Tiga tahun terakhir, ia hanya butuh waktu sehari semalam untuk mengkhatamkan Alquran.

Konon, muridnya, K.H. Nur Munawir Kertosono, pernah bercerita bahwa setelah menempuh tiga tahapan tersebut, gurunya pernah mencoba mengkhatamkan Alquran tanpa henti selama 40 hari, sehingga membuat mulutnya berdarah. Dengan motede ini, hafalan K.H. Munawwir menjadi mutqin (kuat) seperti “kaset” yang bisa diputar kapanpun ia mau (LPMQ, Para Penjaga Al-Qur’an, hal. 24).