Kim Al Ghozali

Bukti Bahwa Sastra Bukan Milik Bangku Kuliah

tokoh | 28 April 2025 10:55

Bukti Bahwa Sastra Bukan Milik Bangku Kuliah
Kim Al Ghozali AM. (dok jawapos.com)

SURABAYA, PustakaJC.co - Tak perlu gelar tinggi untuk menyalakan bara kata-kata. Kim Al Ghozali membuktikan, dari dunia kerja keras, lahir puisi-puisi yang menggugah nurani.

Ruang tamu sederhana Kim Al Ghozali di Surabaya menjadi bukti bahwa cinta pada sastra bisa lahir dari mana saja. Lahir tahun 1991 dan hanya mengenyam pendidikan hingga SMA, Kim menjadikan buku-buku sebagai universitas sejatinya. Dilansir dari jawapos.com, Senin, (28/4/2025).

 

“Kerja apapun, hasilnya, sebagian saya belikan buku. Pertama itu buku Layla Majnun,” ujarnya sembari tersenyum mengenang masa-masa awalnya jatuh cinta pada dunia sastra.

Sejak SMP, Kim sudah terbiasa bekerja sambil belajar. Menjadi buruh bangunan hingga penjaga toko ia lakoni tanpa gengsi. Namun di sela-sela kerja keras itu, ia terus menulis dan membaca.

 

“Saya sadar, belajar tidak harus lewat bangku kuliah,” tambahnya.

Perjalanan sastranya semakin dalam ketika menetap hampir 10 tahun di Bali. Di sanalah ia berguru kepada Umbu Landu Paranggi, penyair legendaris Indonesia. Bersama komunitas Jati Jagat Kampung Puisi (JKP), Kim turut menghidupkan diskusi-diskusi sastra keliling lintas kota.

“Awalnya saya kirim 20 puisi ke Pak Umbu, tidak diterbitkan. Kirim 100 puisi pun, Cuma satu yang tembus. Tapi buat saya, bukan soal cetak, ini soal proses belajar,” ujarn kim dengan yakin.

Kim telah menerbitkan empat buku puisi: API KATA, ANGIN PERTAMA, ROCK ALTERNATIF DI TELINGA KIRIMU, dan SETELAH DERU PAKU DAN PALU. Salah satu puisinya dalam buku terbaru menggambarkan kerasnya dunia kerja:

“Kuasku bersama seribu kuli yang berbaris sepanjang titian besi di puncak tower lima puluh lantai kucipta kata tak terbaca...”

Kini, Kim Al Ghozali aktif di Dewan Kesenian Surabaya (DKS), mendorong literasi di berbagai kalangan.

 

“Sastra harus dikenalkan sejak dini. Ini tentang membentuk manusia seutuhnya,” tegas pria yang cinta sastra sejak lahir itu.

Bagi Kim, kata-kata adalah jalan panjang menuju kebebasan jiwa. Dari panasnya proyek bangunan hingga dinginnya lembar-lembar puisi, ia membuktikan perjuangan hidup tak pernah membatasi cahaya kreativitas. (ivan)