SURABAYA, PustakaJC.co - Praktik badal haji adalah solusi syar’i bagi mereka yang tidak mampu menunaikan ibadah haji secara langsung. Namun belakangan, muncul fenomena oknum yang menerima bayaran badal haji tanpa benar-benar melaksanakannya. Dalam pandangan Islam, perbuatan ini adalah pelanggaran berat yang mengandung tiga dosa besar.
Dalam ajaran Islam, seseorang boleh menggantikan pelaksanaan ibadah haji untuk orang lain yang sudah wafat atau tidak mampu secara fisik dan finansial, melalui praktik yang disebut badal haji. Namun, syarat utama dari praktik ini adalah amanah dan kejujuran. Dilansir dari nu.or.id, Minggu, (18/5/2025).
Sayangnya, ada kasus di mana seseorang menerima amanah untuk menghajikan orang lain, tetapi ia tidak berangkat ke Tanah Suci, dan hanya mengklaim telah menunaikannya. Perbuatan ini dinilai sebagai penipuan, pengkhianatan amanah, dan pemanfaatan harta secara batil semuanya termasuk dosa besar dalam Islam.
Dalam Bughyatul Mustarsyidin, Sayyid Abdurrahman Ba’alawi menegaskan bahwa ajīr (orang yang disewa) yang gagal melaksanakan tugasnya tanpa alasan syar’i dan tidak mengupayakan pengganti, maka ia berdosa:
أَخَلَّ ٱلْأَجِيرُ بِشَيْءٍ مِمَّا ٱسْتُؤْجِرَ عَلَيْهِ فَإِنْ كَانَ لِعُذْرٍ وَلَمْ تُمْكِنْهُ ٱسْتِنَابَةُ مَنْ يَقُومُ مَقَامَهُ فَيَنْبَغِي أَنْ لَا يَأْثَمَ … أَوْ لِغَيْرِ عُذْرٍ وَأَمْكَنَهُ ٱلاسْتِنَابَةُ حَيْثُ جَوَّزْنَاهَا بِأَنْ وَرَدَتِ ٱلْإِجَارَةُ عَلَى ٱلذِّمَّةِ فَلَمْ يَسْتَنِبْ أَثِمَ
(Bughyatul Mustarsyidin, hal. 207)
Sementara itu, Hasyiyah al-Jamal menjelaskan bahwa ajīr yang menunda ibadah haji dari tahun yang ditentukan tanpa alasan dibenarkan syariat, maka ia berdosa dan penyewa boleh membatalkan akad:
وَمَتَى أَخَّرَ أَجِيْرُ ذِمَّةٍ الشُّرُوعَ فِي الْحَجِّ عَنِ الْعَامِ الَّذِي تَعَيَّنَ لَهُ أَثِمَ لِارْتِكَابِهِ مُحَرَّمًا وَثَبَتَ الْخِيَارُ فِي الْفَسْخِ عَلَى التَّرَاخِي لِلْمَعْضُوبِ وَلِلْمُتَطَوِّعِ بِالِاسْتِئْجَارِ عَنِ الْمَيِّتِ لِتَأَخُّرِ الْمَقْصُودِ فَإِنْ شَاءَا فَسَخَا الْإِجَارَةَ وَإِنْ شَاءَا أَخَّرَا لِيَحُجَّ الْأَجِيرُ فِي الْعَامِ الثَّانِي أَوْ غَيْرِهِ
(Hasyiyah al-Jamal, juz IV, hal. 36)
Tiga dosa besar yang mengintai pelaku badal haji palsu:
1. Dusta dan penipuan: Mengaku telah berhaji padahal tidak. Ini termasuk kebohongan besar yang merugikan orang lain.
2. Pengkhianatan amanah: Menyia-nyiakan kepercayaan dari pihak yang menyewa.
3. Memakan harta secara batil: Upah yang diterima menjadi haram karena pekerjaannya tidak dilakukan.
Ibnu Hajar al-Haitami dalam Az-Zawajir menyebutkan, “Orang yang memakan harta orang lain secara batil, apalagi dengan cara menipu, maka ia tergolong fasiq, pengkhianat, dan pelakunya termasuk dalam jajaran dosa besar.” (Az-Zawajir, juz III, hal. 134)
Ibadah haji, baik langsung maupun melalui badal, adalah amalan sakral yang tidak boleh dipermainkan. Umat Islam diimbau berhati-hati dalam memilih penyelenggara badal haji. Pastikan amanah diserahkan kepada pihak yang jujur, profesional, dan dapat dipertanggungjawabkan secara syar’i. (ivan)