KEDIRI, PustakaJC.co - Ratusan santri Pondok Pesantren Lirboyo mengikuti Workshop Jurnalistik bersama Direktur NU Online sekaligus pendiri Alif.id, Hamzah Sahal, pada Kamis–Jumat (13 Juni 2025). Bertempat di Aula An-Nawawi, kegiatan ini bertujuan membekali santri kemampuan menulis sebagai sarana dakwah yang cerdas dan relevan di era digital.
“Bahasa Indonesia adalah kunci utama dakwah hari ini. Gus Dur bisa memahami konteks kenegaraan dari Aceh sampai Papua tak lain lewat literatur berbahasa Indonesia,” ujar Hamzah di hadapan sekitar 350 santri dari berbagai daerah. Dikutip Ari nu.or.id, Sabtu, (14/6/2025).
Workshop ini berlangsung dalam tiga sesi (jalsah), mulai dari siang, malam, hingga selepas salat Jumat. Para peserta tampak antusias mengikuti setiap materi yang disampaikan, mulai dari teknik menulis, pengenalan dunia jurnalistik, hingga praktik berpikir kritis dan menyampaikan gagasan.
Hamzah menegaskan bahwa menulis bukanlah hal asing bagi kalangan pesantren.
“KH Mahfudz Shiddiq merupakan rawi a’la yang pertama menulis di majalah NU menggunakan bahasa Indonesia. Jadi, menulis itu punya sanad,” jelasnya.
Dalam sesi tanya jawab, beberapa santri menyampaikan keresahan mereka yang belum akrab dengan teknologi. Namun Hamzah menegaskan, keterbatasan bukanlah halangan untuk menulis. Ia bahkan mengisahkan perjalanan menulis buku-buku humor yang sempat diragukan oleh rekannya. Menurutnya, dakwah melalui humor juga bagian dari kebijaksanaan.
“Salah satu metode humor adalah pintar berbahasa. Darinya, seorang yang humornya tinggi bisa dikatakan sebagai orang yang cerdas,” jawabnya ketika ditanya apakah humor bisa menjadi indikator kecerdasan.
Menutup workshop, Hamzah menitipkan pesan agar para santri mensyukuri segala fasilitas yang ada di pesantren, dari kitab hingga majalah dinding, sebagai awal yang cukup untuk mulai menulis. Ia juga mendorong santri untuk mengembangkan imajinasi dan terus berikhtiar agar tulisan-tulisan mereka kelak mampu menembus ruang publik dan memberi manfaat luas.
“Semoga semangat dakwah santri melalui tulisan tidak padam. Gunakan media sosial, platform NU, dan dunia digital lainnya sebagai jalan menyebarkan ilmu dan nilai-nilai pesantren,” tutup Hamzah. (ivan)