SURABAYA, PustakaJC.co - Masa reses menjadi momen penting bagi Anggota DPD RI Dr. Lia Istifhama untuk menyerap langsung aspirasi masyarakat. Saat mengunjungi berbagai daerah di Jawa Timur, Ning Lia sapaan akrabnya mendengar keluhan dari para orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus (ABK). Mereka mengaku kesulitan mencari sekolah lanjutan yang tetap mendukung pendidikan inklusi.
“Seorang ayah bernama Pak Muhammad bercerita bahwa anaknya sudah lulus dari SD inklusi, tapi kesulitan melanjutkan ke SMP. Tidak ada sekolah inklusi yang terjangkau di daerahnya. Ini menyedihkan dan tidak boleh dibiarkan,” ujar Ning Lia, dikutip dari jatimsatunews.com, Minggu, (22/6/2025).
Ia menegaskan, pendidikan inklusi bukan hanya wacana, tetapi mandat konstitusi. Anak-anak ABK memiliki hak yang sama atas pendidikan yang aman, layak, dan mendukung potensi mereka. Negara, menurutnya, harus hadir secara menyeluruh dan sistematis.
“Pendidikan inklusi bukan sekadar program lokal. Pemerintah pusat harus memastikan sistem ini tersedia dari SD, SMP, hingga SMA atau SMK,” kata Lia.
Sebagai tindak lanjut, Ning Lia menyatakan akan mengajukan usulan formal ke pemerintah pusat dan kementerian terkait. Usulan tersebut mencakup pemetaan kebutuhan sekolah inklusi secara nasional, penambahan jumlah sekolah di setiap jenjang, dan pemberian insentif kepada sekolah yang bersedia menjadi inklusif.
Ia juga menekankan pentingnya pelatihan bagi guru agar memiliki kompetensi dalam mendampingi siswa ABK. Menurutnya, guru inklusi tidak cukup hanya dengan empati, tetapi harus dibekali keterampilan profesional.
“Negara wajib menyediakan pelatihan dan pendampingan yang layak. Ini bukan soal kasihan, tapi soal pemenuhan hak dan keadilan,” tegasnya.
Dukungan terhadap gagasan Ning Lia datang dari para orang tua, salah satunya Novia Cindradini. Ia mengaku anaknya tidak bisa masuk SMP inklusi karena lokasinya jauh dan sekolah terdekat tidak memiliki fasilitas atau tenaga pendidik inklusif.
“Aksesnya sangat terbatas. Kami ingin anak-anak kami mendapatkan pendidikan yang setara tanpa harus berpindah jauh atau mengalah pada keterbatasan,” kata Novia dengan haru.
Ia berharap suara Ning Lia dapat menjadi jalan perubahan bagi sistem pendidikan nasional yang lebih inklusif dan adil.
Menutup pernyataannya, Ning Lia kembali mengingatkan bahwa pendidikan inklusi bukan pilihan, melainkan keharusan. Dalam negara yang menjunjung hak dan martabat manusia, tidak boleh ada satu pun anak yang tertinggal hanya karena ia berbeda.
“Keberagaman adalah kekuatan bangsa. Mari kita wujudkan sistem pendidikan yang adil, inklusif, dan manusiawi,” pungkas DPD RI itu. (ivan)