SURABAYA, PustakaJC.co – Program Koperasi Desa Merah Putih (KDMP) di Jawa Timur dinilai belum berjalan maksimal. Komisi B DPRD Jatim menyoroti rendahnya kesiapan kelembagaan di desa dan mendorong pemerintah memperkuat pendampingan teknis sebelum pencairan kredit dari perbankan.
Anggota Komisi B DPRD Jatim, Drs. H. M. Khusnul Khuluk, menjelaskan bahwa skema pembiayaan dari himpunan bank milik negara (Himbara) bukan berupa dana tunai yang langsung cair. Koperasi harus memenuhi syarat kelembagaan dan usaha terlebih dahulu. Dilansir dari jatimpos.co, Selasa, (12/8/2025).
“Beberapa desa itu nggak siap, padahal konsep koperasi itu harus ada simpanan pokok, simpanan wajib, dan simpanan sukarela. Tapi ketika diminta mendirikan koperasi dengan iming-iming pinjaman Rp3–5 miliar, mereka senangnya bukan main. Sampai sekarang ditunggu-tunggu belum ada uang, dan kalau diminta setor simpanan pokok, mereka nggak mau,” ujarnya di Gedung DPRD Jatim, Senin, (11/8/2025).
Khusnul menegaskan pentingnya bimbingan teknis sebelum membicarakan pencairan dana.
“Pemerintah harus sering memberikan pelatihan kepada pengurus koperasi. Kalau tidak dimulai dari modal simpanan anggota, saya rasa dana dari Himbara tidak akan turun,” tegas Anggota Komisi B DPRD Jatim itu.
Ia mendorong masyarakat memulai usaha riil berskala kecil seperti ritel kebutuhan pokok, penjualan LPG, atau apotek desa sambil menata administrasi.
“Secara nasional, kemungkinan dana akan turun di bulan Oktober. Masyarakat diminta siap menjalankan koperasi, tapi faktanya kalau tidak ada uang, mereka tidak jalan. Ini yang membuat miskomunikasi antara pemerintah dan masyarakat bawah,” jelasnya.
Dari hasil pemantauan di lapangan, tingkat operasional KDMP disebut masih rendah. “Yang benar-benar berjalan tidak sampai 5 persen, itu pun karena sudah beroperasi sebelumnya,” ungkap Khusnul.
Khusnul juga mengingatkan risiko macetnya unit simpan pinjam di tingkat desa. Ia mencontohkan di Lumajang, banyak kepala desa enggan membuka skema pinjaman karena potensi gagal bayar dan tekanan sosial. “Wong duwite pemerintah ae pak, kok nemen-nemen nagih… itu akan balik ke kepala desanya ketika ditagih,” ujarnya.
Sebagai solusi, ia menyarankan koperasi fokus pada usaha barang atau jasa yang memiliki arus kas jelas. Selain itu, ia meminta Dinas Koperasi Jatim menggandeng perguruan tinggi untuk membantu pendampingan jika anggaran pembinaan terbatas.
Kalau anggaran sekarang dianggap tidak ada, beberapa perguruan tinggi bisa diajak memfasilitasi agar koperasi bisa jalan dulu. Tidak mungkin langsung Himbaraya turun
Dengan pendampingan teknis yang intensif, diharapkan koperasi desa dapat benar-benar beroperasi dan menjadi motor penggerak ekonomi lokal, bukan sekadar program di atas kertas. (ivan)