SURABAYA, PustakaJC.co – Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa menegaskan agar masyarakat tidak takut menyampaikan keberatan jika merasa terbebani kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2). Pemprov Jatim, kata Khofifah, sudah menginstruksikan seluruh kabupaten/kota untuk melakukan relaksasi agar kebijakan tidak memberatkan rakyat.
Khofifah menuturkan, pemungutan PBB memang menjadi kewenangan kabupaten/kota sesuai Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Namun, sebagai pembina pemerintah daerah, Pemprov Jatim wajib memastikan kebijakan tersebut adil dan berpihak pada masyarakat. Dilansir dari jatimpos.co, Jumat, (22/8/2025).
“Memang PBB ini krusial untuk membiayai program pendidikan, kesehatan, sosial, dan pembangunan. Tapi jangan lupa, adanya Pendapatan Asli Daerah esensinya untuk memfasilitasi kehidupan dan program yang mensejahterakan masyarakat,” ujar Khofifah, Kamis, (21/8/2025).
Ia menegaskan, relaksasi kenaikan PBB-P2 berlaku untuk semua kabupaten/kota di Jawa Timur. Bahkan, ia dan Wakil Gubernur akan terus memantau data di setiap daerah. “Seperti di Jombang, ini jadi evaluasi karena perhatian publik tinggi sekali ke sana,” tambahnya.
Khofifah menjelaskan, relaksasi pajak merupakan bentuk empati pemerintah daerah terhadap rakyat.
“Jadi relaksasi ini bukan intervensi Pemerintah Provinsi, tapi wujud nyata keberseiringan pemerintah daerah terhadap denyut nadi rakyatnya. Ketika pemerintah meringankan beban wajib pajak, itu akan berbalas dengan kepercayaan dan ketaatan yang lebih besar,” jelasnya.
Kepada masyarakat, Khofifah menegaskan ada mekanisme hukum untuk mengajukan banding jika merasa keberatan.
“Mungkin ada beberapa kasus pemungutan pajak disamaratakan, padahal nilai tanahnya tidak sama. Itu bisa diajukan banding. Maka saya menghimbau jangan takut menyalurkan aspirasi,” tegasnya.
Khofifah berharap kebijakan PBB bisa menjadi kontrak sosial yang harmonis antara rakyat dan pemerintah.
“Intinya, harus ada titik temu yang harmonis. Kami di provinsi memberikan arahan filosofis, sementara pemerintah kabupaten/kota menerjemahkannya menjadi kebijakan konkret yang berpihak pada masyarakat,” pungkas Gubernur Jatim ini. (ivan)