SURABAYA, PustakaJC.co - Tangis haru pecah di Istana Negara, Jakarta, Senin (10/11/2025). Dalam upacara penganugerahan gelar Pahlawan Nasional 2025, Presiden Prabowo Subianto secara resmi memberikan gelar kehormatan itu kepada almarhumah Marsinah, aktivis buruh asal Nganjuk, Jawa Timur.
Momen paling menggetarkan terjadi saat keluarga Marsinah menerima tanda kehormatan secara langsung. Adik Marsinah tampak mencium foto sang kakak yang kini diakui negara sebagai simbol keberanian dan perjuangan kaum buruh. Setelah tiga dekade lebih berlalu, nama Marsinah akhirnya kembali disebut dengan penuh hormat di hadapan seluruh bangsa.
“Almarhumah Marsinah, tokoh dari Provinsi Jawa Timur,” ujar Sekretaris Militer Presiden Brigjen TNI Wahyu Yudhayana saat membacakan keputusan resmi.
Marsinah lahir pada 10 April 1969 di Desa Nglundo, Kecamatan Sukomoro, Kabupaten Nganjuk. Ia merupakan anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Astin dan Sumini. Sejak muda, Marsinah dikenal sederhana dan pantang menyerah. Ia bekerja di PT Catur Putra Surya (CPS), pabrik arloji di Porong, Sidoarjo.
Gajinya yang pas-pasan membuatnya juga berjualan nasi bungkus seharga Rp150 per porsi di sekitar pabrik. “Ia itu tidak pernah mengeluh,” kenang seorang rekan sesama buruh dalam arsip pemberitaan lama. Marsinah memperjuangkan hidupnya dengan kerja keras, sekaligus memperjuangkan keadilan bagi rekan-rekannya.
Ketika 13 buruh PT CPS dipanggil ke Kodim 0816 Sidoarjo dan dipaksa mengundurkan diri, Marsinah tak tinggal diam. Ia menulis surat kepada teman-temannya agar berani menghadapi interogasi, bahkan berikrar akan membawa kasus itu ke jalur hukum.
Namun keberaniannya dibayar mahal. Beberapa hari setelah mengirim surat protes ke pabrik, Marsinah ditemukan meninggal dunia. Kasusnya menjadi salah satu tragedi paling kelam dalam sejarah perburuhan Indonesia. Tubuhnya ditemukan di hutan Wilangan, Nganjuk, dengan tanda-tanda kekerasan berat.
Meski kasus pembunuhannya tak pernah tuntas hingga kini, perjuangan Marsinah tidak pernah padam. Namanya menjadi simbol perlawanan terhadap ketidakadilan dan eksploitasi buruh, terutama perempuan.
Kini, di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo, perjuangan itu mendapat pengakuan resmi negara. Gelar Pahlawan Nasional untuk Marsinah bukan sekadar penghargaan, tetapi pengingat bahwa keadilan sosial dan keberanian bersuara adalah bagian dari semangat kepahlawanan Indonesia.
Penetapan Marsinah sebagai Pahlawan Nasional juga menjadi kebanggaan bagi Jawa Timur. Bersama Gus Dur dan Syaikhona Kholil Bangkalan, Marsinah menjadi satu dari tiga tokoh asal Jatim yang mendapatkan gelar tahun ini.
Kakaknya, Marsini, berharap perjuangan Marsinah tak berhenti di tugu peringatan atau upacara semata. “Semoga perjuangan adik saya diteruskan generasi muda. Jangan ada lagi PHK sewenang-wenang atau sistem outsourcing yang menindas,” ujarnya dengan mata berkaca-kaca.
Kini nama Marsinah hidup kembali — bukan hanya di batu nisan, tetapi di hati jutaan pekerja yang terus berjuang agar suara mereka didengar. (int)