JOMBANG, PustakaJC.co – Menjelang peringatan Hari Santri 2025, Menteri Agama (Menag), Nasaruddin Umar, berziarah ke makam KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur di kompleks Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur.
Ziarah tersebut dilakukan pada Senin (23/9/2025), di sela-sela rangkaian acara Ithlaq Hari Santri yang dipusatkan di Jombang. Selain Menag, hadir pula sejumlah tokoh Nahdlatul Ulama (NU) dan pejabat daerah, di antaranya Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng, Bupati Jombang, Kepala Bakorwil Bojonegoro, beberapa orang Pengasuh Pesantren di Jombang serta tokoh lainnya.
Mereka bersama-sama melantunkan doa, tahlil, dan ayat suci Al-Qur’an di pusara Presiden ke-4 RI itu. Suasana ziarah berlangsung khidmat, penuh kekhusyukan, dan sesekali diwarnai rasa haru dari jamaah yang hadir.
Matahari pagi Tebuireng menyinari kompleks makam keluarga pesantren. Aroma bunga segar tercium dari taburan bunga merah, putih, dan hijau yang menghiasi pusara Gus Dur.
Menag Nasaruddin Umar, bersama rombongan duduk bersila, menghadap makam yang dikelilingi kerikil putih dan pohon rindang. Bacaan doa dipimpin bergantian oleh para kiai. Dalam keheningan itu, setiap lantunan ayat terasa menyentuh hati, menghadirkan kembali kenangan akan sosok Gus Dur yang akrab disapa Bapak Bangsa.
“Ziarah ini menjadi bentuk penghormatan kami kepada Gus Dur. Beliau bukan hanya Presiden ke-4, tetapi guru bangsa yang teladannya selalu hidup dalam setiap langkah kita,” kata Menag usai doa bersama.
Gus Kikin: Santri Harus Meneladani Gus Dur
Dalam kesempatan itu, Pengasuh Pesantren Tebuireng, KH. Abdul Hakim Mahfudz atau Gus Kikin turut memberikan pesan penting bagi generasi santri. Menurutnya, Hari Santri memiliki makna yang erat dengan perjuangan Gus Dur.
“Bagi kami, Gus Dur bukan hanya kiai, bukan hanya presiden, tetapi simbol perjuangan santri. Dari beliau kita belajar bahwa santri harus berani hadir di ruang publik, menjaga agama sekaligus membela bangsa,” tutur Gus Kikin.
Ia menambahkan, perjuangan Gus Dur dalam menegakkan demokrasi, memperjuangkan pluralisme, serta membela kaum tertindas adalah teladan yang harus diteruskan oleh santri di era sekarang.
Tebuireng, Pusat Ziarah dan Perjuangan Ulama
Pondok Pesantren Tebuireng di Jombang memiliki posisi istimewa dalam sejarah NU dan perjuangan bangsa. Pesantren ini didirikan oleh KH Hasyim Asy’ari, pendiri NU sekaligus ulama besar yang berjasa dalam menggerakkan Resolusi Jihad 1945.
Kompleks pemakaman Tebuireng kini menjadi salah satu destinasi ziarah paling ramai di Indonesia. Di sana dimakamkan sejumlah tokoh penting, seperti KH Hasyim Asy’ari, KH Wahid Hasyim, hingga KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
Setiap momentum Hari Santri, ribuan jamaah dari berbagai daerah datang ke Tebuireng untuk berdoa sekaligus mengenang jasa para ulama. Tradisi ziarah ini menjadi pengikat spiritual sekaligus refleksi perjalanan sejarah bangsa.
Hari Santri 2025: Momentum Refleksi Nasional
Hari Santri diperingati setiap 22 Oktober sebagai bentuk penghormatan terhadap peran kaum santri dalam perjuangan kemerdekaan. Penetapan ini berakar dari peristiwa bersejarah “Resolusi Jihad” yang dikumandangkan KH Hasyim Asy’ari pada 22 Oktober 1945.
Pada peringatan Hari Santri 2025 di Jombang, berbagai agenda digelar, mulai dari apel santri, doa bersama, hingga kegiatan Ithlaq Hari Santri. Kehadiran tokoh nasional seperti Menag Yaqut dan para kiai Tebuireng menegaskan makna bahwa santri tidak hanya penjaga agama, tetapi juga garda depan bangsa.
“Momentum Hari Santri selalu menjadi saat refleksi. Santri harus menjaga warisan para ulama, sekaligus berkontribusi nyata dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,” ujar Gus Kikin.
Gus Dur dan Warisan Pluralisme
Bagi masyarakat Indonesia, Gus Dur tidak sekadar dikenang sebagai Presiden ke-4 RI. Ia adalah tokoh yang memperjuangkan hak-hak minoritas, memperkuat demokrasi, dan menegakkan nilai pluralisme.
Julukan Bapak Pluralisme disematkan karena sikapnya yang konsisten membela semua golongan tanpa memandang latar belakang agama, etnis, atau status sosial.
Bupati Jombang, H. Warsubi, yang turut serta dalam ziarah menilai bahwa teladan Gus Dur masih sangat relevan untuk kondisi Indonesia saat ini.
“Bangsa ini berhutang besar kepada Gus Dur. Nilai-nilai yang beliau ajarkan tentang toleransi, kebhinekaan, dan cinta tanah air harus terus diwariskan kepada generasi muda,” katanya.
Antusiasme Jamaah di Tebuireng
Selain rombongan pejabat dan tokoh NU, masyarakat umum juga terlihat antusias mengikuti ziarah. Banyak santri Tebuireng dan jamaah dari luar kota hadir untuk berdoa bersama.
Beberapa bahkan sengaja datang jauh-jauh hanya untuk berziarah di momentum Hari Santri. “Kami ingin ngalap berkah doa Gus Dur dan para masyayikh Tebuireng. Ziarah ini juga jadi pengingat agar santri tetap rendah hati dan cinta tanah air,” ujar salah satu jamaah asal Madura.
Pesan dari Tebuireng untuk Santri Indonesia
Ziarah makam Gus Dur menjelang Hari Santri 2025 tidak hanya menjadi ritual doa, tetapi juga simbol penguatan identitas santri di tengah perubahan zaman.
Pesan dari Tebuireng ini jelas: santri harus mampu menjaga agama sekaligus membawa nilai-nilai kemanusiaan ke tengah masyarakat. Sebagaimana Gus Dur menegaskan, Islam adalah rahmat bagi seluruh alam.
Dengan ziarah dan doa yang khidmat, peringatan Hari Santri di Jombang tahun ini diharapkan dapat menginspirasi generasi muda santri agar terus melanjutkan perjuangan para ulama dalam menjaga keutuhan NKRI. (int)