SURABAYA, PustakaJC.co - Badan Anggaran (Banggar) DPRD Jawa Timur menilai APBD 2026 masih bertumpu pada Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) tahun sebelumnya. Kondisi ini dianggap tidak ideal dan menunjukkan struktur fiskal daerah yang belum sepenuhnya sehat.
Hal ini disampaikan Juru Bicara Banggar DPRD Jatim, Erick Komala, saat menyerahkan laporan Banggar terhadap Raperda APBD TA 2026 dalam rapat paripurna, Rabu, (12/11/2025).
“Ke depan, Pemprov Jatim perlu menata kembali strategi pengelolaan pembiayaan agar SiLPA tidak lagi menjadi penyangga utama keseimbangan fiskal, tetapi menjadi indikator efisiensi dan efektivitas pengelolaan APBD,” ujarnya, dikutip dari jatimpos.co, Minggu, (16/11/2035).
Erick menegaskan, meski secara teknis SiLPA mampu menopang fiskal daerah, tingginya angka tersebut sekaligus mencerminkan belum optimalnya realisasi belanja dan pemanfaatan ruang fiskal pada tahun berjalan.
Berdasarkan catatan Banggar, sepanjang 2025 posisi SiLPA sempat menyentuh puncak Rp7,28 triliun pada Juni, dan berada di angka Rp6,34 triliun hingga akhir Oktober.
“Rasio SiLPA terhadap total pendapatan daerah semula mencapai 71 persen di awal tahun, dan meski turun menjadi 25 persen menjelang akhir tahun, kondisi ini tetap menunjukkan bahwa fiskal APBD Jawa Timur belum berada dalam kondisi ideal,” jelas politisi PSI itu.
Banggar menilai efisiensi pelaksanaan anggaran belum seimbang dengan dinamika penerimaan daerah. Erick menyebut, SiLPA boleh saja menjadi sumber pembiayaan defisit, namun secara substansi menunjukkan perlunya perbaikan di sisi manajemen kas dan kedisiplinan penyerapan anggaran.
Ia mendorong pengendalian belanja, penajaman prioritas kegiatan, serta percepatan pelaksanaan program agar manfaat anggaran langsung dirasakan masyarakat—sekaligus menekan pembentukan SiLPA di tahun berikutnya.
Dalam kesimpulannya, Banggar menyetujui Pembiayaan Daerah APBD 2026 sebesar Rp916,73 miliar, dengan pembiayaan netto 100 persen untuk menutup defisit. Pemerintah provinsi pun menargetkan SiLPA 2026 sebesar nol rupiah.
Erick menekankan, target tersebut harus dibarengi pelaksanaan kegiatan—baik fisik maupun nonfisik—yang tepat waktu, tepat mutu, dan tepat biaya.
Selain itu, Banggar meminta adanya transparansi dan penguatan e-monev terhadap progres fisik dan keuangan proyek infrastruktur, serta koordinasi antar-OPD untuk menghindari tumpang tindih program yang berpotensi memunculkan inefisiensi. (ivan)