SURABAYA, PustakaJC.co - Suprayitno, pria asal Lamongan, tak pernah menyangka dirinya akan menjadi maestro ikan bakar. Namun, perjalanan panjangnya dari seorang pegawai rumah makan di Jakarta hingga menjadi ikon kuliner di Jemursari membuktikan bahwa dedikasi dan ketekunan bisa membawa seseorang ke puncak kesuksesan.
Kala itu tahun 1988-1991, Suprayitno muda merantau ke Jakarta dan bekerja di Warung Bakar Haji Topan, milik saudara sepupunya, Muhammad Tofan atau lebih dikenal sebagai Haji Topan. Di sanalah ia belajar meracik bumbu dengan ketelitian yang luar biasa.
“Konsistensi dalam menjaga bumbu itu kunci utama. Mulai dari bawangnya, minyaknya, bumbunya, sampai takaran airnya dari dulu ya segitu, nggak pernah ditambah atau dikurangi,” ujar Suprayitno, menegaskan betapa pentingnya keseimbangan rasa dalam setiap olahan ikan bakarnya.
Bahkan kata dia mengupas bawang pun ada aturanya ia mengupas bawang putih tidak boleh menggunakan pisau
“ kudu di pletet ngene (pencet) agar terkelupas dari kulitnya. Opo ga loro tangane? Yo loro. “ kenang Suprayitno sambil tertawa
Selama bekerja di Jakarta, Suprayitno tidak hanya belajar memasak, tetapi juga menjadi bagian dari tim food tester (pencicip makanan).
Tak heran di kemudian hari jika ada kawanya yang membuka warung ikan bakar Ia akan di undang untuk menjadi food tester bagi olahan makanan. Ia memberikan evaluasi apa yang kurang dari olahan bumbu warung kawanya itu.
Dedikasi Suprayitno terhadap pekerjaannya juga terlihat dari kebiasaannya bangun lebih awal dibanding rekan-rekannya.
“Saya selalu bangun lebih pagi dari kawan – kawan saya, sementara teman-teman yang lain baru bangun jam 12.30 siang”. kata pria berusia 57 tahun itu.
Dalam perjalanannya belajar di Warung Bakar Haji Topan, Suprayitno tidak sendiri. Ia ditemani oleh teman-temannya yang juga berasal dari Dusun Pilang.
Mereka; Husin, kemudian Ngatmari,lalu Sukanan, dan juga Matlazi.
“Ada satu lagi, tapi saya lupa namanya,” ujar Suprayitno sambil mengingat-ingat.
Pengalaman tiga tahun itu kemudian membulatkan tekadnya untuk membuka usaha sendiri. Ia kemudian memutuskan pulang ke tanah kelahiranya dusun Pilang, desa Tejoasri, kecamatan Laren Kabupaten Lamongan. Apa bisa mengembangkan usaha di Lamongan? Ia berpikir tidak. Surabaya menjadi tempat merantaunya untuk kali ke dua. Di kota pahlawan ini ia membuka usaha warung ikan bakar sendiri dengan nama warung ikan bakar Jemursari yang terletak di JL. Jemursari.
Kegigihanya untuk mempertahankan cita rasa yang di pelajari ya membuahkan hasil meski pelan pelanggan warung Suprayitno terus bertambah. Deretan mobil terus bertambah di sisi bahu jalan didekat warung itu berdiri.
Masih menurut cerita Suprayitno banyak mantan pekerja di warung H.Topan itu kemudian membuka usaha ikan bakar baik di daerah Surabaya, Gresik, Lamongan, Jakarta atau di kota lain.
“Kalo pengusaha ikan bakar di dusun atau mungkin di seluruh daerah Lamongan itu belajarnya di H. Topan” Ungkap pria yang hobi bersepeda itu meyakinkan.
Dari seorang pegawai hingga menjadi pengusaha sukses, kisah Suprayitno adalah bukti bahwa kerja keras dan ilmu yang diwariskan dengan baik akan membawa hasil luar biasa. Kini, ia tak hanya menjaga resep turun-temurun, tetapi juga menjadi inspirasi bagi banyak orang di dunia kuliner. (Ivan)